JAKARTA, KOMPAS — Tim Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial mulai bekerja menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang MK. Rabu (20/11), kedua tim bertemu membicarakan hal-hal teknis terkait pembahasan kode etik hakim konstitusi dan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi.

Bersamaan dengan mulai bergeraknya tim MK-KY, sikap KY terkait pengawasan hakim konstitusi mulai melunak. Jika semula KY berpandangan hanya perlu satu lembaga, yaitu MKHK, untuk menerima laporan, memeriksa pengaduan, memanggil sekaligus mengadili dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi, kini KY tak keberatan dengan konsep perlunya dua lembaga.

Dua lembaga itu adalah MKHK sebagai pengawas eksternal hakim konstitusi yang bekerja sehari-hari dan Majelis Kehormatan Hakim Ad Hoc sebagai forum pembelaan diri hakim pelanggar etik.

”KY akan ngalah saja kalau persepsi MK harus begitu. MKHK seperti yang diamanatkan perppu yang berfungsi sebagai penuntut umum dan MKH Ad Hoc yang mengadili. Tidak apa-apa,” ujar komisioner KY, Taufiqurrohman Syahuri, Rabu.

MK dan KY semula berseberangan terkait dengan pembentukan MKHK. MK berpendapat diperlukan dua lembaga terpisah. Menurut Taufiq, konsep dua lembaga pengawas hakim MK tak bertentangan dengan perppu. Pihaknya tetap keberatan jika lembaga pertama (penerima laporan, pemeriksa, sekaligus pengawas sehari-hari hakim) diserahkan kepada Dewan Etik.

Menurut Taufiq, Dewan Etik tidak memiliki landasan hukum, kecuali peraturan MK. Hal itu bertentangan dengan Perppu MK yang mengamanatkan adanya lembaga pengawas eksternal hakim MK.

Kemarin, tim MK dan KY bertemu di Gedung MK. Tim MK di bawah pengarahan Ketua MK Hamdan Zoelva, Wakil Ketua MK Arief Hidayat, dan supervisi Hakim Konstitusi Harjono. Tim KY di bawah arahan komisioner KY Taufiq, Jaja Ahmad Jayus, dan Eman Suparman.

Hingga kemarin, Panitia Seleksi Dewan Etik telah menerima 10 pendaftar. Sekretaris Jenderal MK Janedjri M Gaffar mengungkapkan, kebanyakan pendaftar adalah akademisi. Sejak 14 November, MK telah membuka pendaftaran calon anggota Dewan Etik. Pendaftaran akan ditutup 28 November.

Pansel mencari tiga orang yang terdiri dari mantan hakim konstitusi, akademisi, dan tokoh masyarakat. Mereka harus jujur, adil, tidak memihak, berusia minimal 60 tahun, berwawasan luas di bidang etika, moral, dan profesi hakim, berintegritas serta tidak pernah melakukan perbuatan tercela. (ana)