"Ketika masterplan dibuat tahun 2006, itu dua lantai atas dan bawah. Jadi, itu cocok buat sekolah saja, bukan seperti yang sekarang. Kalau dipangkas kayak sekarang, tidak cocok. Berubah sekali. Ini bukan melanjutkan proyek saya," kata Adhyaksa ketika bersaksi dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang dengan terdakwa Deddy Kusdinar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (19/11/2013).
Adhyaksa menjelaskan, saat itu dana sebesar Rp 125 miliar telah dianggarkan. Dia tak tahu-menahu ketika anggaran dinaikkan menjadi Rp 2,5 triliun saat Menpora dijabat Andi Alfian Mallarangeng. Masteplan pun berubah untuk pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON). Rencana awal hanya untuk sekolah pelajar SMP dan SMA, kemudian ditambah menjadi pusat pelatihan untuk atlet senior.
"Zaman saya, anggaran kecil. Makanya saya kaget Menterinya ganti jadi triliunan. Saya minta naik Rp 50 miliar saja enggak bisa," katanya.
Dilihat dari kondisi tanah Hambalang, tidak memungkinkan untuk membangun P3SON itu. Tanah tersebut rawan longsor. Pada saat Menpora dijabat Adhyaksa, proyek Hambalang terhenti karena sertifikat tanah tidak ada.
Saat dijabat Andi, proyek itu dilanjutkan dan telah ada sertifikat tanah. Dalam kasus Hambalang, KPK menetapkan tiga tersangka, yaitu Deddy (mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora), Andi Alfian Mallarangeng (mantan Menpora RI), dan Teuku Bagus Muhammad Noer (petinggi PT Adhi Karya).
Dalam pengembangannya, KPK menetapkan mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, sebagai tersangka dugaan penerimaan pemberian hadiah atau janji terkait proyek Hambalang. Sementara itu, dalam perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kasus ini merugikan negara sebesar Rp 463,6 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.