KOMPAS.com - Dua kali lagu ”Indonesia Raya” dikumandangkan. Spanduk bertuliskan ”Indonesia menghargai perbedaan, toleran, antikekerasan, merawat perdamaian, Bhinneka Tunggal Ika” dibentangkan.

Itulah sebagian dari aksi Aliansi Masyarakat Sipil untuk Toleransi merayakan Hari Toleransi Internasional di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Sabtu (16/11).

Pukul 09.00, sekitar 50 orang dari anggota aliansi tiba di sekitar Bundaran HI. Saat jam menunjukkan pukul 10.30, mereka mulai menggelar aksi damai. Sebagian dari mereka berdiri di tepi kolam air mancur, yang sedang direnovasi, sambil membentangkan spanduk dan membawa poster dengan beragam tulisan yang menyerukan toleransi. Beberapa di antaranya, bergiliran, berorasi.

”Sikap toleransi di Indonesia sangatlah penting. Sayangnya, negara gagal memastikan toleransi hidup dalam penegakan hukum. Saat ada kelompok diusir, rumah ibadah ditutup, negara diam,” kata seorang peserta aksi berkaus hitam dengan lantang dalam orasinya.

Yang lainnya pun serempak berteriak, ”Hidup toleransi... Hidup toleransi... Hidup toleransi....” Saat berteriak, mereka mengepalkan tangan dan mengacungkannya ke atas.

Hilal Safary dari Setara Institute, juru bicara dan koordinator aksi ini, mengatakan, ”Kami mengadakan aksi ini adalah untuk menyebarluaskan ’virus-virus’ toleransi ke masyarakat.”

Masyarakat diajak untuk mengembangkan sikap toleransi dalam kehidupan sehari-hari dan menghindari berbagai tindak kekerasan.

”Aksi kekerasan yang masih terjadi menjadi bukti bahwa sikap intoleransi itu nyata. Aksi ini diharapkan dapat mengeliminasi aksi kekerasan tersebut,” harap Hilal.

Catatan Setara Institute dari monitoring pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di 23 provinsi menunjukkan angka yang masih tinggi. Pada periode Januari hingga November 2013 terjadi 213 peristiwa dengan 243 tindakan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Peran tokoh

Pendeta Palti Pandjaitan berpendapat, toleransi di Indonesia belum terbangun sepenuhnya. Yang terbangun akhir-akhir ini justru intoleransi. Kasus paling mendapat sorotan adalah toleransi dalam kehidupan beragama karena sering kali memicu konflik dan kekerasan.

”Makna peringatan hari toleransi ialah agar setiap manusia menjadi manusia yang toleran dan menghargai perbedaan. Perbedaan itu adalah kehendak Tuhan, maka harus dijaga dan dihargai,” tutur Pendeta Palti dari Gereja HKBP Filadelfia Tambun, Bekasi

Menurut Palti, pemerintah dan tokoh-tokoh agama punya andil besar untuk membangun sikap toleransi itu.

Peringatan ini berawal dari keputusan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) untuk mengadopsi Declaration of Principles on Tolerance pada 16 November 1995.

Hari Toleransi Internasional diperingati pertama kali pada 16 November 1996. Pesan utama yang disampaikan pada peringatan Hari Toleransi Internasional adalah promosi praktik toleransi, antikekerasan, dan penghapusan diskriminasi di segala bidang.

Aliansi Masyarakat Sipil untuk Toleransi melakukan aksi damai untuk memperingati Hari Toleransi Internasional sejak 2008. Yang tergabung dalam aliansi antara lain Setara Institute, Elsam, Aman Indonesia, Solidaritas Korban Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, Jaringan Gusdurian, serta Perhimpunan Masyarakat Setara Indonesia.

Dalam aksinya di Bundaran HI, mereka juga menggelar aksi teatrikal dan membagi-bagikan kue pelangi, stiker, dan gantungan kunci kepada pengendara mobil dan sepeda motor.

Para pengendara yang melintas di Bundaran HI terlihat antusias menerima apa yang dibagikan. Namun, ada juga beberapa di antaranya yang enggan membuka kaca pintu mobilnya untuk menerima apa yang diberikan. Aksi di Bundaran HI berakhir sekitar pukul 12.00 pada saat hujan gerimis. (JUMARTO YULIANUS)