JAKARTA, KOMPAS.com
- Dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian dana talangan ke Bank Century senilai Rp 6,7 triliun, Komisi Pemberantasan Korupsi baru fokus di hulu. Baru ditelisik bagaimana Bank Century yang bukan apa-apa di peta perbankan Indonesia tiba-tiba masuk pusaran utama setelah kalah kliring dan dapat talangan Rp 6,7 triliun dari Bank Indonesia.

Jika pengusutan kasus Century sebuah perjalanan, KPK baru melangkah. Langkah KPK itu masih fokus pada dugaan korupsi dalam proses pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sehingga dapat kucuran dana talangan dari BI.

Untuk langkah ini, butuh waktu lima tahun sejak skandal ini mengemuka ke publik. Jumat (15/11), KPK menahan satu tersangka, mantan Deputi Gubernur BI Budi Mulya. Budi ditahan setelah setahun ditetapkan sebagai tersangka. Selain KPK, kepolisian dan kejaksaan juga mengusut kasus Century. Namun, fokus mereka bukan pada kasus korupsinya.

Saat masih dalam tahap penyelidikan, dugaan korupsi kasus Century merupakan salah satu kasus rumit yang pernah ditangani KPK. KPK minta keterangan hampir 100 orang. Jumlahnya lebih banyak dibandingkan saat KPK menyelidiki kasus Hambalang.

Kejahatan tercanggih

Pada awal kepemimpinan KPK periode ini, salah satu Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengungkapkan, kesulitan utama kasus ini adalah merumuskan unsur perbuatan melawan hukum, tindak pidana korupsi dalam pemberian dana talangan ke Bank Century. Semua dibungkus rapi menggunakan ketentuan dan peraturan yang telah disiapkan. Ini kejahatan kerah putih tercanggih yang pernah ditangani KPK. Kebijakan pemberian FPJP, misalnya, merupakan implementasi wewenang BI sebagai pemberi pinjaman terakhir kepada bank (lender of the last resort).

Namun, serapi apa pun kejahatan dibungkus selalu ada jejak yang bisa ditelusuri untuk mengungkapnya. KPK mulai menemukan kejanggalan dalam pemberian dana talangan Bank Century. Kejanggalan pertama dalam proses merger dan pengawasan Bank Century oleh BI. Dalam proses akuisisi dan merger Bank Danpac, Bank CIC, dan Bank Pikko menjadi Bank Century, BI dinilai bersikap tak tegas dan prudent dalam menerapkan aturan dan persyaratan yang ditetapkannya sendiri. BI juga tidak tegas atas pelanggaran-pelanggaran Bank Century tahun 2005-2008.

Contohnya, BI tidak menempatkan Bank Century sebagai bank dalam pengawasan khusus meskipun rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR)-nya atau telah negatif 132,5 persen. BI juga memberikan keringanan sanksi denda atas pelanggaran posisi devisa neto 50 persen atau Rp 11 miliar dan BI tidak mengenakan sanksi pidana atas pelanggaran batas minimum pemberian kredit.

Salah satu dugaan unsur perbuatan melawan hukum yang ditemukan KPK adalah pemberian FPJP. BI patut diduga melakukan perubahan persyaratan CAR dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) agar Bank Century bisa mendapatkan FPJP. Pada saat pemberian FPJP, CAR Bank Century negatif 3,53 persen dan dinilai melanggar PBI No 10/30/PBI/2008. Nilai jaminan FPJP yang dijanjikan hanya 83 persen sehingga melanggar PBI No 10/30/PBI/2008 yang menyatakan jaminan dalam bentuk aset kredit minimal 150 persen dari plafon FPJP.

Dugaan lain yang ditemukan KPK adalah penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan penanganannya oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Dalam hal ini BI patut diduga tidak memberikan informasi sepenuhnya, lengkap dan mutakhir saat menyampaikan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik kepada Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Dari temuan KPK, BI dan KSSK juga tak memiliki kriteria terukur dalam menerapkan dampak sistemik Bank Century, tetapi penetapannya lebih pada penilaian. Proses pengambilan keputusan itu tidak dilakukan berdasarkan data kondisi bank, yang lengkap dan mutakhir, serta tidak berdasarkan pada kriteria terukur.

Penanggung jawab

Dari sejumlah kejanggalan ini, pejabat BI yang bertanggung jawab mengawasi perbankan dianggap bertanggung jawab. Lemahnya pengawasan BI menjadi salah satu temuan utama dalam dugaan korupsi pemberian dana talangan ke Bank Century. Deputi Gubernur BI Bidang Pengawasan saat itu dijabat Siti Chalimah Fadjrijah sehingga KPK menyimpulkan dia dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum. Sementara jika melihat kejanggalan dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, Budi, selaku Deputi Gubernur BI Bidang Pengawasan Moneter, diduga bertanggung jawab sehingga dia pun ditetapkan sebagai tersangka.

Apalagi, KPK menyebut, BI tak memberikan informasi sepenuhnya, lengkap dan mutakhir pada saat menyampaikan Bank Century sebagai bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik, kepada KSSK. Informasi yang tidak utuh ini terkait penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) atas surat-surat berharga (SSB). Belakangan diketahui, Budi meminjam uang Rp 1 miliar kepada pemilik Bank Century, Robert Tantular.

Setelah Budi dijadikan tersangka dan ditahan, pertanyaannya, apakah dia satu-satunya anggota Dewan Gubernur BI yang bertanggung jawab dalam pemberian FPJP. Dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, pertanyaannya adalah siapakah pejabat KSSK yang harus bertanggung jawab secara hukum sebagai tersangka. KPK menyatakan, KSSK tak punya kriteria terukur dalam menerapkan dampak sistemik Bank Century.

Terakhir, ada dugaan terjadi penyelewengan setelah Bank Century menerima kucuran Rp 6,7 triliun dari BI. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam audit investigasinya menyatakan, ada banyak pihak yang menerima aliran uang tidak wajar setelah Bank Century mendapat kucuran dana Rp 6,7 triliun.

KPK masih menutup rapat siapa saja setelah Budi yang bakal menjadi tersangka. Namun, ada satu petunjuk yang diungkapkan Ketua KPK Abraham Samad. ”Saya mempersilakan masyarakat untuk melihat jalannya persidangan Budi Mulya. Nanti di dakwaan akan terurai dengan jelas ke mana arah kasus ini akan bergerak,” ujarnya.

Dengan berani Abraham pun berujar, KPK akan menjerat siapa pun yang terbukti terlibat dalam kasus Century.