"Memang tidak salah secara hukum, tapi ini kan soal moralitas, pantas atau tidak," ujarnya saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (12/11/2013).
Jeirry menyatakan, para anggota Bawaslu terbuai dengan fasilitas mewah yang diberikan oleh negara. Padahal, mereka bisa saja menolaknya. Menurutnya, Bawaslu periode sebelumnya sudah pernah membeli mobil sebagai kendaraan operasional. Ia menilai mobil lama tersebut masih layak pakai.
"Memang ini anggaran negara, tapi kan berasal dari rakyat. Jadi jangan semata-semata cara berpikirnya bahwa uang yang dikeluarkan itu murah," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti juga mengkritik salah satu pernyataan anggota Bawaslu, Nelson Simanjuntak, terkait pembelian empat mobil yang ditaksir mencapai Rp 1,5 miliar tersebut.
Saat konfrontasi, Nelson menyerahkan jawabannya kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen) Bawaslu. Ray menilai jawaban Nelson tersebut tidak bertanggung jawab. Saling lempar tanggung jawab itu, katanya, menunjukkan tidak adanya kepemimpinan di Bawaslu. Padahal, sekjen berada di bawah koordinasinya, bukan berada di luar dirinya.
"Menganggap harga mobil itu murah juga menunjukkan mentalitas mereka bahwa pejabat itu lebih penting daripada rakyat," ucapnya.
Menurut Ray, Bawaslu sebagai lembaga pengawas Komisi Pemilihan Umum (KPU) seharusnya memiliki kesadaran moral yang lebih tinggi daripada lembaga yang diawasi. Menurutnya, Bawaslu tidak perlu memasukkan pembelian mobil mewah dalam pos anggaran. Selain tidak terkait dengan kebutuhan tahapan pemilu, pembelian itu rawan mendapat resistensi dari publik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.