KOMPAS.com - Rizki Amelia (23), bidan muda yang sebelumnya bekerja di klinik swasta di Yogyakarta, tidak pernah membayangkan akan memiliki pengalaman seru menyusuri sungai dan hutan di pedalaman Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Bagi lulusan terbaik Politeknik Kesehatan Semarang tersebut, menjalani penugasan dan berkarya di pedalaman itu merupakan yang tersulit yang pernah dia lalui.

Untuk menjangkau kampung terjauh di Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau, dibutuhkan waktu tiga jam menggunakan angkutan umum. Itu masih ditambah menyusuri sungai penuh riam dengan menggunakan perahu ”ketinting” selama delapan jam. Namun, segala kesulitan itu pupus oleh rasa bahagia, kala ia bisa membantu persalinan seorang warga Dayak Punan di pedalaman Berau.

”Sungguh banyak hal yang bisa diambil hikmahnya dari pengalaman berharga saya selama setahun mengikuti Program Pencerah Nusantara ini,” kata Rizqi, Rabu (6/11), seusai diterima Wakil Presiden Boediono di kantor Wapres.

Program Pencerah Nusantara adalah gerakan memberdayakan kesehatan masyarakat di pelosok negeri yang digagas Kantor Utusan Presiden untuk Millennium Development Goal. Dalam program ini, puluhan anak muda direkrut dengan persyaratan tertentu, lalu dilatih dan ditugaskan selama setahun di daerah penugasan.

Bambang Murdiono (24), rekan Rizqi yang juga ditugaskan di Berau, bisa merasakan bagaimana masyarakat di pedalaman Berau kesulitan mengakses sarana kesehatan akibat minimnya infrastruktur di sana.

Tidak hanya akses jalan yang sangat terbatas, fasilitas listrik pun hanya tersedia enam jam dalam sehari. Sementara sinyal telepon seluler hanya di daerah- daerah tertentu. Keterbatasan infrastruktur itu pula yang membuat biaya hidup menjadi jauh lebih mahal. Harga bensin di sana Rp 15.000 per liter.

”Sekali melakukan pelayanan puskesmas keliling ke kampung terjauh, biaya sewa perahunya bisa sampai Rp 3 juta. Kalau dana bantuan operasional kesehatan kurang, ya kami nombok,” kata Bambang, yang lulusan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, itu.

Lain lagi dengan pengalaman dokter Muhammad Riedha (28) yang ditugaskan di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Untuk menjangkau wilayah penugasannya, ia harus menempuh perjalanan dari Padang menggunakan kapal selama 13 jam. Perjalanan itu masih dilanjutkan dengan perahu kecil selama sembilan jam.

Pengalaman tak kalah menarik dialami dokter Stefani Christanti (29) yang ditugaskan di pelosok Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Meski waktu tempuhnya hanya sekitar empat jam dari Jakarta, persoalan kesehatan di Karawang tak kalah kompleksnya.

”Saat sakit, mereka kebingungan untuk membiayai pengobatan. Tak jarang yang akhirnya memilih berobat ke dukun,” katanya.

Berbagai tantangan yang dihadapi tidak menyurutkan semangat anak-anak muda itu untuk mengabdi di pelosok negeri.

Pejuang

Wapres mengapresiasi usaha yang dilakukan para Pencerah Nusantara yang dikoordinasi Utusan Khusus Presiden untuk MDG Nila Moeloek.

”Anda semua adalah pejuang. Anda tidak tahu apa yang ada di depan, tetapi Anda berani melangkah maju,” kata Wapres.

Di sisi lain, Wapres juga meminta mereka menuliskan pengalaman dan rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti pemerintah terkait dengan pembangunan kesehatan di daerah.