JAKARTA, KOMPAS.com — Peristiwa penembakan seorang satpam oleh anggota Brimob di Cengkareng, Jakarta Barat, dinilai menjadi bukti adanya persoalan psikologis yang cukup akut di tubuh Polri. Masalah psikologis ini kemudian bertemu dengan efek senjata yang akhirnya melahirkan perilaku menyimpang dari aparat penegak hukum.
Kriminolog Reza Indragiri Amriel mengatakan, seseorang yang melakukan kekerasan dengan senjata api sebenarnya tidak perlu memakai motif. Efek kepemilikan senjata api, lanjutnya, bisa mendorong seseorang untuk menggunakan senjata itu untuk keperluan apa pun. Di sisi lain, anggota polisi yang memiliki kewenangan memiliki senjata api memiliki pekerjaan dengan tingkat stres yang luar biasa.
"Tapi, berapa banyak polisi yang pernah menjalani konseling? Sangat minim. Kerapuhan psikologis pada satu sisi bersimbiosis dengan efek senjata," kata Reza saat dihubungi Rabu (6/11/2013).
Reza menjelaskan, di kalangan kepolisian, berkembang gejala "John Wayne Syndrome". Sindrom ini termanifestasikan pada prinsip "malu mengaku takut, hina mengaku letih, aib mengaku sakit". Namun, doktrin tersebut dianggap menanggalkan sisi kemanusiaan polisi.
"Maka terjadilah penyalahgunaan senjata akibat impulsivitas," ungkap Reza.
Hal lain yang mengakibatkan banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan polisi, menurut Reza, karena permasalahan dalam rekrutmen anggota. Ia mengatakan, sejak awal, kepolisian seharusnya bisa memastikan bahwa orang-orang yang diterima bergabung hanya mereka dengan tendensi kekerasan minimal.
Namun, kata dia, yang terjadi rekrutmen tidak cermat. Masalah itu lalu menghasilkan tiga subkultur di tubuh Polri, yakni sub-kultur brutalitas, sub-kultur korup, dan chauvinism. "Ditambah lagi jika kita masukkan unsur alkohol. Saya pernah katakan bahwa kalau penegak hukum pakai napza, lembaga semestinya tak bisa cuci tangan," ujarnya.
Ketidakbecusan lembaga menangani psikologi personel yang luar biasa stres, tambah Reza, mendorong personel "beradaptasi" dengan cara-cara merusak. "Chaotic behavior sebagai buah dari organized chaos," tuturnya.
Seperti diberitakan, Bachrudin (30), satpam di kompleks Ruko Seribu Blok L Galaxy, Taman Palem Lestari, Cengkareng, tewas ditembak anggota Brimob Polri, Briptu W, Selasa (5/11/2013) malam. Briptu W kerap mendatangi kompleks ruko tersebut dalam keadaan mabuk. Pelaku juga dikenal menguasai kawasan itu. Ia meminta satpam di kompleks ruko tersebut untuk patuh kepadanya.
Sebelum menembak Bachrudin, pelaku menegur korban karena tidak memberi hormat kepadanya. Pelaku kemudian menyuruh korban yang baru tiga bulan bekerja di sana untuk melakukan push-up sebagai hukuman. Korban merasa tidak bersalah dan menolak perintah pelaku. Pelaku lalu marah dan menembak korban dari jarak sekitar setengah meter. Korban langsung terjatuh dan tewas di tempat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.