Dengan dasar pemikiran itu, budayawan Emha Ainun Najib menyambangi Anas Urbaningrum, Jumat (1/11/2013) malam. Dia mengaku datang ke diskusi Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), organisasi massa yang didirikan Anas, karena ingin menghibur mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu.
Budayawan yang akrab disapa Cak Nun itu mengatakan, sebagai teman ia merasa punya kewajiban menghibur Anas yang tengah menghadapi permasalahan hukum. Anas saat ini berstatus tersangka dalam dugaan penerimaan suap terkait proyek Hambalang. Kasus Anas ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi.
Diskusi PPI yang menghadirkan Emha ini bertema "Kuliah Budaya: Supremasi Keadilan atau Hukum?" Cak Nun sempat memprotes tema itu. "Terlalu serius," kata dia. Meski demikian, diskusi tetap berjalan dan Cak Nun menyampaikan beragam gagasan terkait kondisi bangsa saat ini maupun masa mendatang.
Berdoa KPK bubar...
Di sepanjang diskusi, Cak Nun beberapa kali menegaskan dia bersedia hadir menjadi pembicara karena ingin menguatkan tali silaturahim dengan Anas. Ia menolak bila kehadirannya dikaitkan dengan tujuan atau sikap politik.
Cak Nun pun menegaskan netralitas posisinya. "Saya tidak berpolitik, dan saya tidak membiarkan ada politisi yang masuk ke dalam diri saya," ujarnya.
Banyak hal yang disampaikan Cak Nun selama sekitar satu jam menjadi pembicara tunggal dalam diskusi tersebut. Sepanjang jalannya diskusi, seluruh orang yang hadir, termasuk Anas yang menjadi moderator dalam diskusi itu tak henti-hentinya dibuat tertawa oleh Cak Nun.
Seperti biasa, Cak Nun menyampaikan seluruh materi dengan gaya khas yang terkesan tak serius tapi sesungguhnya substansial. "Saya memilih bersahabat dengan semua, termasuk dengan setan. Tapi di tahun politik ini, setan selalu rapat siang malam untuk menggoda partai-partai besar," kata Cak Nun, mengundang tawa seluruh orang yang hadir dalam diskusi.
Di pengujung diskusi, Cak Nun meminta Anas untuk tenang menghadapi permasalahan yang dihadapi. Ia juga berpesan agar PPI bergerak sesuai dengan misi budayanya dan tidak tergoda bermain di ranah politik yang tidak perlu.
"Saya ingin menghibur hati yang lagi sedih, boleh kan? Kalau benar, buktikan kamu memang benar dan tidak salah," kata Cak Nun sambil memegang pundak Anas. Si empunya hajat dan "tertuduh" yang sedang bersedih itu hanya membalas dengan senyuman.