Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diduga, Akil Juga Korupsi Saat Jadi Anggota DPR

Kompas.com - 29/10/2013, 14:52 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut aset Ketua Mahkamah Konstitusi nonaktif Akil Mochtar yang diperolehnya saat masih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Akil menjadi anggota DPR untuk periode 1999-2004 dan 2004-2009. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengungkapkan, ada bukti permulaan yang mengindikasikan harta Akil saat menjadi anggota DPR berasal dari tindak pidana korupsi.

"Tentu saja ada bukti permulaan, tetapi kan apa itu bukti permulaannya, bukan untuk konsumsi publik," kata Bambang di Jakarta, Selasa (29/10/2013).

Atas dasar itulah, KPK menjerat Akil dengan dua undang-undang tentang pencucian uang. Akil tidak hanya dijerat dengan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, tetapi juga UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan UU Nomor 15 Tahun 2002 ini, KPK bisa lebih jauh menelusuri harta Akil, termasuk yang diperolehnya di bawah tahun 2010.

"UU Nomor 8 Tahun 2010 kan berlakunya tahun 2010. Kalau KPK hanya menggunakan itu, seolah-olah nanti aset-aset kekayaan yang dilacak itu hanya yang di atas 2010. Itu sebabnya dikenakan juga UU yang sebelumnya supaya kita bisa menjangkau lebih jauh lagi," ujar Bambang.

Kendati demikian, Bambang menegaskan bahwa KPK menjerat seorang tersangka dengan pasal-pasal pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Penerapan pasal TPPU ini, katanya, berdasarkan konstruksi fakta-fakta yang ditemukan dalam proses penyidikan kasus dugaan suap Pilkada Gunung Mas dan Lebak selama ini.

Bambang juga mengatakan, KPK bisa saja mempermasalahkan aset Akil yang diperolehnya ketika menjadi anggota DPR meskipun pada tindak pidana asalnya Akil dijerat dalam kapasitas dia sebagai Ketua MK.

Seperti diketahui, KPK mulanya menetapkan Akil sebagai tersangka atas dugaan menerima suap terkait sengketa Pilkada Lebak dan Gunung Mas yang ditanganinya di MK.

"Kalau belajar dari kasusnya DS (Djoko Susilo), dia kenanya apa sih? Dia itu kan penyelenggara negara, terakhir pengadaan barang simulator, yang sebelum-sebelumnya dalam konteks dia Korlantas, kan enggak. Walaupun dia polisi, kan tetap penyelenggara negara meski tidak pada jabatan itu (Korlantas)," tutur Bambang.

Adapun Djoko Susilo juga dijerat KPK dengan dua UU pencucian uang. Selain mempermasalahkan harta Djoko ketika dia menjabat sebagai Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian RI (Korlantas), lembaga antikorupsi itu pun mengusut harta yang diperoleh Djoko sejak sebelum dia menjabat Kepala Korlantas Polri.

KPK mulanya menetapkan Akil sebagai tersangka atas dugaan menerima suap terkait penanganan sengketa Pilkada Lebak dan Gunung Mas. Lembaga antikorupsi itu kemudian menambah pasal sangkaan kepada Akil, yakni Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur soal penerimaan gratifikasi.

Akil diduga menerima hadiah atau gratifikasi terkait perkara selain Pilkada Lebak dan Gunung Mas yang pernah ditanganinya selama berkarier di MK. Melalui pengembangan kasus ini, KPK menjerat mantan politikus Partai Golkar itu dengan pasal TPPU.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com