"Banyak persoalan yang kemudian muncul seiring penguatan Bawaslu. Di balik penguatannya, institusi ini tidak menjalani perannya dengan maksimal," ujar peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Veri Junaidi dalam diskusi bertajuk "Pelibatan dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemgawasan Pemilu 2014" di Hotek Akmani, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Senin (28/10/2013).
Ia mengatakan, Bawaslu seharusnya mendorong partisipasi publik dalam melakukan pemantauan terhadap penyelenggaraan pemilu sejak pendaftaran calon peserta pemilu hingga penetapan pemenang. Tetapi faktanya, kata Veri, partisipasi masyarakat dalam memantau pemilu dari tahun ke tahun dan dari pemilu ke pemilu justru menurun.
"Data pemantau dari tahun ke tahun, pemilu ke pemilu, jumlah masyarakat pemantau justru mengalami kemerosotan," kata Veri.
Padahal, menurutnya, bukan hanya wewenang Bawaslu saja yang ditambah, melainkan juga anggaran. Di sisi lain, tambahnya, Bawaslu kerap mengeluhkan keterbatasan anggaran dan jangkauan.
"Bawaslu sudah dilembagakan, dijadikan lembaga negara, diberi kewenangan, diberi anggaran. Lembaga ini punya banyak kelemahan, soal anggaran, dan jangkauan. Dan Bawaslu selalu mengatakan 'kami terbatas'," ujar Veri.
Dia mengatakan, berdasarkan catatan pihaknya, relawan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) yang melakukan pemantauan mengalami penurunan pada Pemilu 2009. Menurutnya, pada 1999 JPPR mengirim 220.000 orang pemantau, tetapi pada Pemilu 2009, jumlahnya menurun menhadi hanya 10.500 pemantau.
Hal yang sama juga terjadi pada lembaga pemantau Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP). Pada 1999 lembaga itu mengerahkan 113.260 orang pemantau. Kemudian, pada Pemilu 2009 jumlah pemantau dari lembaga itu menjadi hanya 250 orang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.