Effendi menjelaskan, Presiden memiliki hak untuk menyampaikan hal-hal pribadinya yang berkaitan dengan opini publik. Sikap itu tak perlu dianggap sebagai masalah jika dilakukan di akhir pekan, pada waktu luang seorang kepala negara.
"Tapi, yang dirindukan publik itu adalah kapan SBY berbicara tentang masalah bangsa dengan gaya yang seperti itu? Dengan konpers yang mendadak, dengan kalimat dan retorika yang sama yang digunakan untuk hal yang sangat mendesak," kata Effendi di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (28/10/2013).
Effendi menyampaikan, kerinduan tersebut semakin menjadi di pengujung masa jabatan SBY sebagai kepala negara. Di luar itu, kata Effendi, SBY juga perlu mengeluarkan sikap-sikap tertentu yang membuatnya kelak dikenang oleh rakyat karena hal baiknya.
"Karena penting buat legacy kita nanti, yang diingat dari SBY apakah soal 2.000 persen tak mengenal Bunda Putri, atau apa? Ini penting," ujarnya.
Ia melanjutkan, sikap Presiden SBY yang beberapa kali ini kerap menunjukkan kemarahannya kemungkinan terjadi karena derasnya kritik yang diterima. Hal ini berbeda jauh saat SBY menjadi media darling pada 2004, dengan kini yang nyatanya kebanjiran hujatan.
"Saat ini (SBY) lagi galau karena ditinggalin media. Menyampaikan perasaan boleh saja, tapi jangan hanya urusan pribadi, harusnya bicara juga soal hal-hal yang menyangkut rakyat," tandasnya.
Sebelumnya, Presiden SBY marah karena kesaksian mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq, yang menyebutnya memiliki hubungan dekat dengan Bunda Putri. Ia menyebut Luthfi telah berbohong. Selain itu, di hadapan ribuan kader Partai Demokrat, SBY menuding ada pihak yang "menguliti" Demokrat. Ia pun meminta semua kader Partai Demokrat untuk tetap solid guna menghadapi tahun pemilihan pada 2014.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.