"Begitu keputusan sudah dibuat, seluruh kader PDI Perjuangan akan bulat mendukungnya. Kami itu kader partai, pasti tertib," ujar Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan di DPR Bambang Wuryanto, Jumat (25/10/2013). Menurut dia, kewenangan yang ada pada Megawati itu sudah pasti tetap melewati mekanisme untuk mengukur kapasitas bakal calon yang akan diusung, termasuk mendengar dan menyaring masukan dari kader dan pihak lain.
"Kami meyakini, Ibu Ketum kapasitasnya dalam berpolitik istilah dalam akademiknya sudah profesor doktor," kata Bambang beranalogi. Dengan pengalaman menjadi ketua umum partai selama 20 tahun, ujar dia, pengalaman Megawati sudah sangat matang untuk menyaring segala intrik politik nasional maupun internal partai.
"Jadi sekapasitas ibu ketum bisa terprovokasi dalam menentukan capres, saya kok tidak melihat (kemungkinan itu)," tegas Bambang. Dia balik mencontohkan pencalonan Jokowi untuk pilkada DKI Jakarta adalah salah satu bukti Megawati tak bisa diprovokasi. "Siapa bisa menebak kalau di Jakarta (PDI Perjuangan) usung Jokowi?" tanya dia.
Kasus pemilu kepala daerah yang lain juga mengukuhkan tentang kuatnya pemahaman dan insting politik Megawati. Bambang menyebutkan contoh pencalonan Ganjar Pranowo di Jawa Tengah maupun Rieke Diah Pitaloka di Jawa Barat. "Nyatanya, keputusan itu tepat," ujar dia meski tak menyebutkan ketepatan tersebut berkorelasi 100 persen dengan kemenangan.
Karenanya, Bambang mempersilakan bila ada upaya provokasi termasuk melalui survei. "Silakan kalau ada upaya membangun persepsi, mengadu domba, tetapi saya yakini beliau tidak akan terprovokasi," ujar Bambang.
Survei dan provokasi
Beragam survei menempatkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sebagai topik utama pemberitaan. Pada satu waktu karena posisinya yang selalu merajai survei, belakangan namanya "hilang" dari deretan kandidat yang layak menjadi calon presiden dalam sebuah survei.
"Metodologi survei clear, tapi motifnya dipertanyakan (ketika nama Jokowi hilang)," ujar Bambang. Menurut dia, pada kondisi saat ini, layak diduga ada motif tertentu bila sampai nama Jokowi tak masuk bursa kandidat yang layak diperhitungkan.
Mungkin saja, ujar Bambang, di antara semua survei yang hasilnya dirilis sampai saat ini, terselip upaya membangun persepsi untuk kepentingan tertentu. Barangkali, ujar dia, bagi kelompok atau kepentingan tertentu, persepsi dinilai lebih penting daripada realita.
Pengamat politik Asep Warlan Yusuf pun berpendapat Megawati adalah politisi dan negarawan yang matang. "Pasti tidak akan menjadikan hasil survei sebagai variabel penting dalam menentukan calon presiden," ujar dia. Apalagi, imbuh Asep, bila kental terasa ada motif politik di balik hasil survei tertentu.
"Bu Mega pasti lebih mengedepankan soliditas partai, pertimbangan ideologi, serta loyalitas dalam memutuskan siapa capres yang akan ditentukan nanti," komentar Asep. Menurut dia pertimbangan utama lain yang akan dipakai Megawati adalah siapa pun calon yang diusung harus merepresentasikan penerus perjuangan ajaran Bung Karno.
Senada dengan Bambang, Asep melihat kematangan Megawati dalam menjaga ideologi dan menilai kapasitas kader dapat dilihat dari calon-calon yang diusung PDI Perjuangan dalam beberapa pemilu kepala daerah terakhir. Asep pun menyebutkan Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat sebagai contoh pencalonan yang layak dikaji dari PDI Perjuangan.
"Kalaupun survei dibuat untuk membangun persepsi yang mengadu domba Jokowi dan Bu Mega, menurut saya itu tak akan berpengaruh," tegas Asep. Dia pun menambahkan Megawati adalah figur yang sangat jauh bila dibandingkan misalnya dengan Susilo Bambang Yudhoyono yang kentara menjadikan survei sebagai salah satu rujukan pengambilan kebijakan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.