"Ada orang-orang Budi Susanto, kemudian beberapa orang Provos dari Bandung datang masuk ke pabrik. Menyuruh saya menandatangani kertas kosong, belum ada isinya," terang Sylvia saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan proyek Simulator SIM dengan terdakwa Budi Susanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (22/10/2013).
Sebelumnya, Sylvia telah menjelaskan penandatanganan paksa itu ketika ditanya Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, tampaknya tim kuasa hukum Budi belum puas dan terus menggali keterangan Sylvia mengenai hal itu.
"Bisa Anda ceritakan bagaimana dipaksa?" tanya kuasa hukum Budi, Rufinus.
Namun, Sylvia lagi-lagi tak kuasa menahan air matanya. Sylvia tak mampu menjawabnya dan mengaku trauma jika mengingat kejadian tersebut. Menurut Sylvia, setelah diminta tanda tangan kertas kosong, dia diminta menulis pernyataan bahwa akan mengembalikan uang kontrak simulator yang sudah dibayar PR CMMA. Saat itu, Sylvia yang juga menjadi Komisaris PT ITI mengaku tidak bersedia. Suaminya pun sempat ditampar. Sementara itu, aset Sukotjo juga disita.
"Akhirnya saya dan suami keluar dari pabrik 21 Juli," kata Sylvia.
Menurut pihak Budi, Sukotjo tidak bisa menyelesaikan pengadaan simulator sesuai perjanjian, sehingga pabriknya disita dan diminta mengembalikan uang proyek yang telah dibayarkan PT CMMA. Budi adalah Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMMA) perusahaan yang memenangkan proyek pengadaan alat driving simulator SIM di Korlantas Polri. Dia didakwa telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 88,4 miliar. Dia juga dianggap telah memperkaya orang lain yaitu mantan Kakorlantas Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Djoko Susilo sebesar Rp 36,9 miliar,
Wakakorlantas Brigjen (Pol) Didik Purnomo sebesar Rp 50 juta, dan Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukotjo S Bambang sebesar Rp 3,9 miliar. Kemudian telah memperkaya Primkoppol Polri senilai Rp 15 miliar. Perbuatannya disebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 144,984 miliar atau Rp 121,830. Miliar dalam perhitungan kerugian negara oleh ahli dari BPK RI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.