JAKARTA, KOMPAS.com - Ada enam alasan tiga pengacara mengajukan gugatan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Mahkamah Konstitusi (MK) yang dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Gugatan didaftarkan ke MK, Senin (21/10/2013), oleh tiga pengacara, yakni Habiburokhman, Adi Partogi Simbolon, dan Didi Sunardi.
Habiburrokhman mengatakan, enam alasan itu adalah, pertama, telah muncul anggapan yang salah kalau kalau terjadinya kasus suap di MK karena tidak adanya pengawasan dari Komisi Yudisial (KY). Menurutnya, Mahkamah Agung yang diawasi oleh KY juga tidak bersih dari praktik itu.
"Kedua, tertangkapnya Ketua MK saat menerima suap adalah persoalan genting dan memaksa terkait pemberantasan korupsi, bukan terkait pengaturan di MK," lanjut Habiburrokhman.
Ketiga, Perppu yang dikeluarkan, menurut dia, seharusnya memberi wewenang lebih besar kepada institusi penegak hukum seperti KPK, bukan MK. Alasan keempat, Perppu MK dinilai telah menjadi preseden buruk karena dikeluarkan oleh presiden dalam keadaan yang tidak genting dan memaksa. Menurutnya, hal ini bertentangan dengan UUD 1945.
Kelima, Habiburrokhman menilai, dikeluarkannya Perppu tersebut mereduksi persoalan korupsi menjadi seolah hanya persoalan yg terjadi di MK.
"Padahal korupsi terjadi hampir di seluruh institusi negeri baik eksekutif, yudikatif dan legislatif, termasuk lingkungan dekat presiden seperti hambalang yang melibatkan orang pemerintahan seperti kemenpora," paparnya.
Terakhir, kata Habiburrokhman, tidak adanya kejelasan dalam pengaturan majelis kehormatan hakim konstitusi dan panel ahli dalam Perppu tersebut. Padahal, dua perangkat itu dinilainya memiliki kewenangan yang besar.
Baca juga:
Ini 3 Substansi Perppu tentang MK