“Soal pelibatan KY dalam pembentukan panel hakim ini merupakan pembatasan kewenangan dari tiga institusi, Presiden, DPR, dan MA. Mau tidak mau Anda harus datang ke KY, kalau hakim tidak menemui KY, tidak sah pengangkatan hakim-hakim itu,” kata pengamat hukum tata negara dari Universitas Khairun Maluku Utara, Margarito Kamis, dalam diskusi bertajuk “Ada Ragu di Balik Perppu” di Jakarta, Sabtu (19/10/2013).
Selama ini kewenangan untuk merekrut hakim konstitusi ada di tangan Presiden, DPR, dan MA. Tiga institusi itu berhak menunjuk siapa saja yang dianggap layak menjadi hakim konstitusi.
Margarito menilai, secara konstitusional, KY tidak dapat dilibatkan dalam mengawasi MK. Menurutnya, lebih baik jika dilakukan perubahan undang-undang yang kemudian mengatur kewajiban bagi Presiden, DPR, dan MA untuk membentuk panel hakim dalam menyeleksi calon hakim konstitusi.
Margarito mengatakan, sebenarnya Presiden telah membentuk panel ahli saat merekrut hakim konstitusi Maria Farida beberapa waktu lalu.
“Kenapa presiden tidak membuat lagi itu? Kalau sekarang kita melihat, Patrialis, dan Hamdan tidak dibentuk panel, ya kita bikin saja. Presiden harus melakukan panel, harus membentuk panel hakim, bikin dalam undang-undang,” katanya.
Pendapat senada disampaikan anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat asal fraksi Partai Hanura Sarifuddin Suding. Menurutnya, adanya panel ahli yang dibentuk KY justru mengambil kewenangan Presiden, MA, dan DPR. Suding pun mempertanyakan landasan konstitusi pelibatan KY dalam mengawasi MK.
“Membentuk panel hakim, saya pertanyakan landasan KY ini cantolannya di mana?" ucap Suding.
Dalam Perppu MK yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 2 hari lalu, disebutkan bahwa calon hakim konstitusi akan menjalani uji kepatutan dan kelayakan yang dilaksanakan oleh panel ahli.
Panel ahli yang beranggotakan tujuh orang ini dibentuk oleh Komisi Yudisial. Anggota panel terdiri dari tiga orang yang masing-masing diusulkan oleh MA, DPR, dan pemerintah, serta empat orang pilihan KY atas usulan masyarakat. Keempat ini terdiri dari mantan hakim konstitusi, tokoh masyarakat, akademisi, dan praktisi di bidang hukum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.