Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPATK: Aliran Dana Akil Mochtar Lebih dari Rp 10 Miliar

Kompas.com - 16/10/2013, 10:34 WIB
Indra Akuntono

Penulis

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), Muhammad Yusuf

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf mengakui pihaknya masih terus memeriksa aliran dana Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif Akil Mochtar. Yusuf mengatakan, sejauh ini PPATK menemukan aliran dana Akil sebesar lebih dari Rp 10 miliar.

"Saya tidak bisa bicara detail, tapi miliaran, di atas Rp 10 miliar," kata Yusuf sesaat sebelum menghadiri rapat dengar pendapat dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta.

Yusuf menjelaskan, PPATK memiliki data aliran dana Akil terhitung sejak 2010-2013. Sampai saat ini, sebagian hasil penelusuran PPATK telah diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan sebagian lainnya masih diproses oleh PPATK. Ia menegaskan, aliran dana yang ditelusuri oleh PPATK mencakup seluruh rekening yang berkaitan dengan Akil, termasuk rekening keluarga dan rekening dari pihak yang menyetor.

"Ada sejak 2012 (telah diserahkan ke KPK), ada yang sedang kita dalami untuk memfokuskan kerja KPK," ujarnya.

TRIBUN / DANY PERMANA Akil Mochtar usai terpilih sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi yang baru, di ruang sidang utama Gedung MK, Jakarta, Rabu (3/4/2013). Akil terpilih melalui proses voting dalam tiga tahap, setelah proses musyawarah antar Hakim Konstitusi tidak mencapai aklamasi.

Seperti diberitakan, Akil Mochtar diduga mencuci uang dari hasil yang diduga korupsi terkait dengan penanganan sengketa pemilihan kepala daerah di MK. Pencucian uang itu melalui badan usaha berbentuk commanditaire vennootschap dalam bidang perdagangan umum dan jasa yang berlokasi di Pontianak, Kalimantan Barat.

Sejumlah transaksi mencurigakan bernilai miliaran rupiah mengalir ke CV berinisial RS ini. Penelusuran Kompas, Selasa (8/10/2013), CV RS yang diduga menjadi tempat pencucian tersebut tercatat di Pemerintah Kota Pontianak. Badan usaha itu dimiliki istri Akil, Ratu Rita Akil. Izin CV RS terbit pada 31 Agustus 2010 dengan jenis usaha perdagangan umum dan jasa.

Badan usaha itu beralamat di Jalan Karya Baru Nomor 20, Kota Pontianak, Kalimantan Barat, atau bertempat di rumah milik Akil Mochtar yang belum lama ini selesai dibangun. Namun, tidak ada papan nama atau nomor rumah di sana.

Warga sekitar rumah Akil menyebutkan, sehari-hari, ada kerabat Akil yang tinggal di sana. Namun, tak tampak ada aktivitas usaha perdagangan umum dan jasa di rumah itu. CV RS ini memang dikendalikan langsung oleh kerabat dekat Akil. Mereka menjadi komisaris dan direksi CV RS.

Sejumlah keanehan dalam transaksi yang dilakukan CV RS telah terendus KPK dan PPATK. Kejanggalan tersebut, antara lain, sejak berdiri tahun 2010, CV RS tercatat tak pernah mengeluarkan biaya operasional layaknya badan usaha yang normal, tetapi terus-menerus ada aliran dana masuk. Jumlah aliran dana yang masuk ke dua rekening bank BUMN atas nama CV RS bahkan mencapai Rp 100 miliar.

Kejanggalan lainnya adalah salah satu yang tercatat mengalirkan dana ke CV RS adalah pengacara Susi Tur Andayani. Susi merupakan pengacara yang dikenal dekat dengan Akil. Meski berpraktik pengacara di Lampung, Susi tercatat mengirim miliaran rupiah ke CV RS yang bergerak di bidang perdagangan umum dan jasa di Pontianak. Susi ditangkap KPK di Lebak, Banten, terkait dengan penanganan sengketa Pilkada Kabupaten Lebak di MK.

Penangkapan Susi dilakukan Kamis pagi setelah pada Rabu malam KPK menangkap Akil yang sedang dalam proses menerima uang yang diduga suap dari anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar, Chairun Nisa, dan pengusaha asal Palangkaraya, Cornelis Nalau, terkait dengan penanganan sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Hampir berbarengan dengan penangkapan Susi, KPK menangkap pengusaha Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, yang juga adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, di rumahnya, Jalan Denpasar IV Nomor 35, Jakarta Selatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com