Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eksepsi Keponakan Hotma: Siapa Suprapto?

Kompas.com - 10/10/2013, 22:20 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Terdakwa kasus dugaan suap terkait penanganan perkara kasasi Hutomo Wijaya Ongowarsito di Mahkamah Agung, Mario Cornelio Bernardo, langsung mengajukan eksepsi atau nota keberatan seusai jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan dakwaan. Dalam eksepsi yang diberi judul  "Siapa Suprapto?", Mario mengaku tidak mengenal Suprapto.

Mario didakwa melakukan atau turut serta memberi atau menjanjikan sesuatu berupa uang tunai Rp 150 juta kepada Staf Kepaniteraan di Mahkamah Agung (MA), Suprapto, melalui Staf Badan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA, Djodi Supratman.

"Hingga nama tersebut disebutkan oleh penuntut umum dalam surat dakwaan, terdakwa tidak mengetahui ada pihak yang bernama Suprapto yang terlibat dalam perkara a quo. Bahkan hingga saat ini pun terdakwa tidak pernah mengenal yang bersangkutan," ujar kuasa hukum Mario, Ruth O Tobing, saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (10/10/2013).

Menurut tim kuasa hukum Mario, terlalu banyak uraian jaksa penuntut umum terkait Suprapto yang tidak berdasarkan fakta. Mereka menilai dakwaan sengaja disusun hanya agar Mario dapat dipersalahkan dan dijatuhi hukuman.

Selain itu, Mario mengaku tidak pernah menjanjikan uang kepada Djodi. Dia juga membantah menerima uang dan meminta fee Rp 1 miliar dari kliennya bernama Koestanto Hariyadi Widjaja dan Sasan Widjaja, yang melaporkan Hutomo ke polisi.

Mario menyatakan tidak tahu mengenai pemberian Rp 150 juta kepada Suprapto melalui Djodi. "Uang yang pernah diberikan oleh terdakwa pada Djodi melalui Deden hanya Rp 30 juta. Sekadar untuk mendapat informasi mengenai apakah sudah ada putusan dari MA terhadap perkara (kasus Hutomo) dimaksud," kata Ruth.

Mereka menyatakan Djodi hanya staf di MA golongan III/c, sedangkan Suprapto golongan III/a. Menurut pihak Mario, KPK tidak berwenang melakukan penyelidikan hingga penuntutan.

Kuasa hukum Mario lainnya, yakni Tommy Sihotang, menambahkan bahwa JPU KPK tidak menguraikan bagaimana cara Suprapto dan Djodi melakukan pengurusan perkara Hutomo di tingkat kasasi itu.

"Bagaimana juga kekuasaan atau kewenangan pada jabatan atau kedudukan Suprato dan Djodi yang hanya staf dengan golongan III/a dan III/c dapat mengurus hingga putusan terhadap perkara pidana itu dapat diputus sesuai memori kasasi jaksa?" ujar Tommy Sihotang.

Dalam kasus ini, hanya Djodi yang diduga menerima suap, sementara Suprapto tidak. Adapun dalam dakwaan, Mario dianggap melanggar Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Subsider Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 teentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com