"Soal presiden perempuan ini sinyal buat Puan. Hasrat Ketua Umum PDI-P Megawati untuk meneruskan dinasti politik Bung Karno berikutnya mengarah ke Puan Maharani. Ini juga menunjukkan arah politik Ketum PDI-P," ujar Heri, di Jakarta, Kamis (10/10/2013).
Menurutnya, Mega sengaja melontarkan wacana presiden perempuan untuk membaca respons publik. "Apa yang disampaikan oleh Mega tersebut juga merepresentasikan bahwa dukungan Mega kepada Jokowi yang unggul di beberapa survei, baik elektabilitas maupun popularitas belum bulat alias final," kata Heri.
Mega, katanya, masih melihat peluang Gubernur DKI Jakarta tersebut sambil memainkan strategi komunikasi politik yang baru, yakni memunculkan wacana presiden perempuan.
"Soal Jokowi, saya lihat Mega terus memantau. Namun, tentu Jokowi belumlah harga mati akan didorong sebagai capres dalam 2014 mendatang," ujar Heri.
Di sisi lain, menurutnya, PDI-P juga tengah memainkan beberapa skenario untuk melihat respons publik terkait calon-calon yang akan diusung.
Beberapa waktu lalu, Mega juga membawa Prananda saat mengunjungi waduk di Jakarta bersama Jokowi.
"Ini semua simbol politik bahwa Megawati dan PDI-P sedang bermain strategi," ujarnya.
Presiden perempuan
Sebelumnya, dalam diskusi di Kantor DPP PDI Perjuangan, Rabu (9/10/2013), Megawati berharap kaum perempuan mau terjun ke dunia politik. Bahkan, Megawati berharap kelak ada perempuan lain yang menjadi presiden setelah dirinya.
"Mesti ada presiden perempuan lagi. Tapi, enggak tahu tahun berapa," kata Megawati.
Ia mengatakan, perempuan bisa memperjuangkan haknya melalui parpol, apalagi dengan menjadi legislator. Ia meminta perempuan jangan hanya menggerutu, tetapi tidak bergerak.
"Urusan cabai itu urusan politik loh," katanya.
Harapan Megawati itu muncul setelah melihat pengalaman menjaring kader PDI-P untuk masuk dalam daftar calon anggota legislatif beberapa waktu lalu. Menurut Megawati, perempuan hanya menuntut agar parpol memenuhi 30 persen kuota perempuan dalam daftar caleg. Namun, ketika diminta masuk sebagai caleg, mereka menolak dengan berbagai alasan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.