"Menurut saya, kondisi itu (kemerosotan kepercayaan publik terhadap MK), hakim-hakim MK harus menerima (perppu) sebagai proses yang mengawasi dirinya untuk menimbulkan kepercayaan kembali. Kekuasaan MK harus dibagi," ujar Muzani di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kamis (10/10/2013).
Dia mengatakan, perppu yang saat ini tengah dibahas pemerintah itu hanya akan mengatur mekanisme kinerja MK. Ia mengungkapkan, MK harus menerimanya, mengingat, sebenarnya, posisi hakim MK sama dengan hakim Mahkamah Agung. Artinya, kata dia, hakim konstitusi pun harus diawasi.
"Tidak semua hal harus dibicarakan (diselesaikan) di MK. Memang ada beberapa hal yang kekuasaannya harus dibagi. Apakah pilkada kabupaten atau provinsi. Menurut kami, harus dibicarakan serius," ujarnya.
Dia mengatakan, jika memang diputuskan penyelesaian sengketa pilkada tetap ditangani MK, dia mengungkapkan, harus ada penataan ulang. Yang terpenting, katanya, pengambilan keputusan oleh para hakim harus dilakukan dengan transparan.
"Kalau tetap di MK, mekanismenya harus ditata ulang. Selama ini, mekanisme yang ada di MK adalah mekanisme satu arah, satu jalur sehingga tidak dimungkinkan adanya sebuah kontrol atau tranparansi bagaimana mengambil suatu keputusan, apa pertimbangannya," lanjutnya.
Ia mengatakan, untuk memperkuat perppu, ke depan, DPR harus menetapkan perppu menjadi undang-undang yang lebih kuat dan permanen.
Disampaikannya, MK memang pernah membatalkan Undang-Undang UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang KY terkait kewenangan KY mengawasi hakim MK. Namun, kata dia, harus ada keputusan politik yang menguatkan perppu agar memiliki kekuatan hukum dan tidak lagi dibatalkan.
"Perppu itu sifatnya darurat. Pada akhirnya, DPR harus menimbulkan UU baru yang semangatnya sama dengan perppu. Harus ada kesepakatan, diberikan policy politik, setelah perppu ini akan bagaimana," kata Muzani.
Fungsi pengawasan KY terhadap hakim konstitusi sudah dibatalkan MK pada 2006 lewat pengujian UU KY. Dengan putusan itu, KY yang sebelumnya diamanatkan untuk mengawasi hakim MK sudah tidak lagi ditugaskan mengawasi hakim konstitusi. Sabtu (5/10/2013) lalu, Presiden berpidato tentang lima langkah penyelamatan MK. Salah satunya ialah rencana penyiapan perppu yang mengatur aturan dan seleksi hakim MK oleh presiden.
Perppu itu juga mengatur pengawasan terhadap proses peradilan MK yang dilakukan Komisi Yudisial. Selain itu, MK diharapkan melakukan audit internal.
Terkait rencana pembuatan perppu, Presiden mengatakan, hal itu dilakukan dalam rangka merespons krisis yang terjadi di lembaga tinggi negara itu sehubungan dengan tertangkapnya Ketua MK Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia menyatakan, pemerintah akan segera mengirimkan perppu ke DPR dan diharapkan bisa menjadi UU.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.