Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Sengketa Pilkada yang Diduga Terkait Tangkap Tangan Akil

Kompas.com - 03/10/2013, 14:05 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
— Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sebuah operasi tangkap tangan, Rabu (2/10/2013) malam, di kediaman dinasnya, Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan. Akil beserta empat orang lainnya ditangkap atas dugaan suap sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.

Lalu, bagaimana kasus sengketa pilkada tersebut?

Berdasarkan data yang dihimpun Kompas.com dari resume perkara di MK, sengketa tersebut dimohonkan oleh Jaya Samaya Monong dan Daldin yang merupakan pasangan nomor urut satu dalam Pilkada Gunung Mas. Mereka mengajukan gugatan ke MK karena menemukan berbagai kecurangan.

Menurut pemohon, kecurangan dilakukan oleh dua pihak, yakni Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Gunung Mas dan pasangan kepala daerah nomor urut dua, yakni Hambit Bintih-Arton S Dohong. Hambit sendiri ikut ditangkap KPK, malam tadi.

Kecurangan KPUD Gunung Mas yang dimohonkan antara lain adanya pemilih di bawah umur, 125 kartu pemilih yang tidak dibagikan, penambahan 334 pemilih dengan membuat RT fiktif, membagikan sisa surat suara untuk dicoblos, serta adanya dua kartu pemilih dengan identitas yang sama.

Selain itu, menurut pemohon, terdapat juga pelaksanaan rekapitulasi suara yang tidak sesuai waktu, surat suara yang dirobek, serta penghilangan 1.035 pemilih di dua TPS.

Sementara kecurangan pasangan kepala daerah nomor urut dua adalah dengan melakukan money politics. Caranya, memberikan beras dan uang Rp 100.000 kepada calon pemilih. Pasangan nomor urut dua yang merupakan calon bupati petahana ini telah ditetapkan oleh KPUD Gunung Mas sebagai pemenang pada 11 September lalu.

Permohonan oleh pasangan nomor urut satu dilakukan dua hari setelah penetapan, yakni 13 September 2013.

Perkara ini sudah empat kali disidangkan di MK. Sidang pertama dilakukan pada 25 September 2013, sementara sidang terakhir dilakukan pada 2 Oktober 2013. Pada hari itu pula, Akil, Hambit, beserta tiga orang lainnya ditangkap oleh KPK.

KPK menangkap tangan Akil bersama anggota DPR asal Fraksi Golkar Chairun Nisa dan pengusaha Cornelis di kediaman Akil pada Rabu (2/10/2013) malam. Tak lama setelahnya, penyidik KPK menangkap Bupati Gunung Mas Hambit Bintih serta pihak swasta berinisial DH di sebuah hotel di kawasan Jakarta Pusat.

Bersamaan dengan penangkapan ini, KPK menyita sejumlah uang dollar Singapura dan dollar Amerika yang dalam rupiah senilai Rp 2,5 miliar-Rp 3 miliar. Diduga, Chairun Nisa dan Cornelis akan memberikan uang ini kepada Akil di kediamannya malam itu. Pemberian uang itu diduga terkait dengan kepengurusan perkara sengketa pemilihan kepala daerah di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, yang diikuti Hambit Bintih selaku calon bupati petahana.

Pemberian uang kepada Akil ini diduga merupakan yang kali pertama. Belum diketahui berapa total komitmen yang dijanjikan untuk Akil.

KPK memantau pergerakan Akil sejak beberapa hari lalu. KPK sebelumnya menerima informasi dari masyarakat yang menyebutkan bahwa ada rencana pemberian uang untuk Akil pada Senin (30/9/2013). Namun, rupanya pemberian uang itu bergeser waktunya menjadi Rabu malam. Kini, KPK masih memeriksa Akil dan empat orang tertangkap tangan lainnya. Menurut Johan, KPK juga memeriksa lima orang lain, yang di antaranya adalah petugas keamanan. Dalam waktu 1 x 24 jam, KPK akan menentukan status hukum dan empat orang lain yang tertangkap tangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com