Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengadilan Tinggi Kurangi Hukuman Kontraktor Bioremediasi Chevron

Kompas.com - 02/10/2013, 14:40 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menjatuhkan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider kurungan dua bulan terhadap Direktur PT Green Planet Indonesia (GPI) Ricksy Prematuri dalam kasus dugaan korupsi bioremediasi fiktif PT Chevron Pacific Indonesia. Putusan banding bernomor 30/PID/TPK/2013 pada 12 September 2013 itu mengurangi hukum Ricksy yang sebelumnya divonis 5 tahun penjara.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama dua tahun dan pidana denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan. Menetapkan lamanya penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa, dikurangkan seluruhnya dengan pidana penjara dijatuhkan," tulis Humas Pengadilan Tinggi DKI Ahmad Sobari melalui pesan singkat, Rabu (2/10/2013).

Ahmad menjelaskan, Ricksy dibebaskan dari dakwaan primer. Namun, ia terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dalam dakwaan subsidair.

Seperti diketahui, Ricksy adalah Direktur PT Green Planet Indonesia (GPI), yang menjadi pelaksana teknis kegiatan bioremediasi di lahan tercemar minyak PT Chevron. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta memvonis Ricksy 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta sibsider 2 bulan kurungan.

Atas putusan itu Ricksy mengajukan banding. Vonis Ricksy sendiri lebih ringan dibanding tuntutan jaksa, yaitu pidana penjara 12 tahun, denda Rp 1 miliar subsider kurungan 6 bulan, dan uang pengganti kerugian negara 3,089 juta dollar AS. Kerugian negara dihitung mencapai 3,089 juta dollar AS.

Dalam melaksanakan bioremediasi, GPI dianggap tak melakukan uji karakteristik, tak menggunakan mikroorganisme dengan benar karena tak dilakukan uji untuk mengetahui jenis dan jumlah bakterinya. Ricksy menyadari GPI juga tak memiliki kualifikasi sebagai perusahaan pengolah limbah. Hal tersebut bertentangan dengan ketentuan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi.

GPI juga tak memiliki izin pengolahan limbah beracun dari instansi yang bertanggung jawab sehingga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3 dan bertentangan pula dengan UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengolahan Lingkungan Hidup.

Dalam menilai pelanggaran yang dilakukan terhadap Kepmen LH No 128 Tahun 2003, majelis hakim mendasarkan pada keterangan ahli Kejagung, yaitu Edison Effendi. Edison adalah ahli yang sering diprotes kubu Chevron karena memiliki kepentingan dalam kasus ini, mengingat Edison pernah kalah tender di Chevron. Misalnya, mixing atau pencampuran tidak homogen, penambahan nutrien dianggap tidak pernah dilakukan.

Sebagaimana disampaikan Edison, PT GPI dianggap mengabaikan prosedur pelaksanaan bioremediasi sebagaimana tercantum dalam lampiran 2 Kepmen LH No 128 Tahun 2003. Nota pembelaan atau pleidoi dari Ricksy bahwa PT GPI hanyalah operator atau tukang saja sehingga tak perlu memiliki izin karena izin telah diberikan kepada Chevron tak bisa diterima majelis hakim.

Alasannya, jika hanya operator, tak sampai melakukan kegiatan pelatihan kepada orang Chevron. Sudharmawatiningsih mengatakan, dalam amar putusannya, pelaksanaan bioremediasi telah dialihkan dari Chevron ke GPI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com