Seorang kepala daerah yang akan maju sebagai capres harus mendapatkan izin dari presiden. Anggota Badan Legislasi dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Arief Wibowo, menuturkan, pada pembahasan awal, fraksinya setuju agar UU Pilpres direvisi. Salah satu yang menjadi alasannya adalah pasal tentang persyaratan kepala daerah yang hendak maju sebagai capres.
"Ini salah satu yang kami persoalkan. Usulan awal kami tanpa harus izin presiden, sejauh dia berasal dari partai politik dan memang diajukan oleh partainya," ujar Arief di Kompleks Parlemen, Rabu (25/9/2013).
Saat ini, calon kuat presiden dari PDI-P adalah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Jika nantinya UU Pilpres batal direvisi, Jokowi harus meminta izin dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Arief menuturkan, fraksinya pernah mengajukan adanya tambahan sub-ayat dalam aturan itu. Namun, kemudian pembahasan RUU Pilpres lebih fokus pada presidential threshold yang akhirnya menyebabkan pembahasan menemui jalan buntu.
PDI-P lalu memutuskan UU Pilpres tidak perlu diubah karena pembahasan tidak lagi produktif akibat isu presidential threshold. Adapun di dalam UU No 42/2008 tentang Pilpres, persyaratan kepala daerah yang maju sebagai capres diatur dalam pasal 7.
Berikut kutipan isi pasal itu:
Pasal 7
(1)
Gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota yang akan dicalonkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus meminta izin kepada Presiden.
(2)
Surat permintaan izin gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada KPU oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagai dokumen persyaratan calon Presiden atau calon Wakil Presiden.