"Kami mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini untuk menyatakan eksepsi atau keberatan dari tim penasehat hukum terdakwa tidak dapat diterima atau ditolak. Menetapkan pemeriksaan perkara ini tetap dilanjutkan," ujar Jaksa Medi Iskandar Zulkarnain saat membacakan tanggapan atas eksepsi Budi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (24/9/2013).
Jaksa menegaskan bahwa penyidikan kasus simulator atas terdakwa Budi tidak bertentangan dengan hukum. Jaksa mengatakan, KPK merupakan lembaga penegak hukum yang memiliki kewenangan melakukan perkara tindak pidana korupsi berdasarkan Undang-undang nomor 30 tahun 2002.
Penyidikan KPK juga bukan berdasarkan pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang meminta Polri menyerahkan kasus ke KPK. Menurut Jaksa, tanpa pelimpahan dari Polri, KPK tetap berhak menyidik kasus tersebut.
Kemudian, Jaksa membantah bahwa dakwaan yang disusunnya kabur, tidak cermat, tidak jelas, tidak konsisten, dan tidak lengkap. Jaksa menilai tim penasihat hukum KPK terlalu kaku dalam menafsirkan putusan secara cermat, jelas, dan lengkap. Terkait uraian waktu dan tempat kejadian dalam surat dakwaan, Jaksa berpendapat penasehat hukumlah yang tidak cermat membaca surat dakwaan.
"Pada awal paragraf surat dakwaan telah dicantumkan, dalam tahun 2010 dan tahun 2011, bertempat di kantor Korps Lalu Lintas Polri jalan MT Haryono, Kavling 37-38, Jakarta Selatan," terang Jaksa Iskandar Marwanto.
Sementara itu, Jaksa enggan menanggapi keberatan Budi terkait perjanjian jual beli pengadaan simulator dan penyitaan aset Budi maupun perusahaannya. Menurut Jaksa materi tersebut tidak termasuk dalam lingkup ketentuan pasal 156 ayat (1) KUHAP. Dalam pasal tersebut disebutkan materi eksepsi hanya meliputi tiga hal, yaitu kewenangan pengadilan dalam mengadili perkara, dakwaan tidak dapat diterima dan surat dakwaan harus dibatalkan.
Atas hal ini, Ketua Majelis Hakim Amin Ismanto memutuskan sidang akan dilanjutkan pada Selasa (1/10/2013). Hakim meminta waktu satu pekan untuk mempersiapkan putusan sela.
Seperti diketahui, Budi didakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp 88,4 miliar dari proyek pengadaan driving simulator SIM di Korlantas Polri. Budi juga disebut memperkaya orang lain yaitu mantan Kakorlantas Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Djoko Susilo sebesar Rp 36,9 miliar, Wakakorlantas Brigjen (Pol) Didik Purnomo sebesar Rp 50 juta, Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukotjo S Bambang sebesar Rp 3,9 miliar.
Dalam dakwaan juga dikatakan Budi telah memperkaya pihak lain yaitu Primkoppol Polri senilai Rp 15 miliar. Selain itu kepada Wahyu Indra Rp 500 juta, Gusti Ketut Gunawa Rp 50 juta, Darsian Rp 50 juta, dan Warsono Sugantoro alias Jumadi sebesar Rp 20 juta. Perbuatannya disebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 144,984 miliar atau Rp 121,830. Miliar dalam perhitungan kerugian negara oleh ahli dari BPK RI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.