Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Tolak Tangggapi Eksepsi Budi Susanto soal Penyitaan Aset

Kompas.com - 24/09/2013, 12:41 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menanggapi eksepsi atau nota keberatan yang diajukan terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan driving simulator SIM, Budi Susanto terkait penyitaan aset.

Menurut jaksa, hal tersebut di luar ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengatur materi eksepsi.

"Hal itu tidak masuk materi keberatan sehingga tidak perlu kami tanggapi lebih lanjut. Sehingga keberatan tim penasehat hukum terdakwa haruslah ditolak," kata Jaksa Medi Iskandar Zulkarnain membacakan tanggapan eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (24/9/2013).

Dia menjelaskan, dalam Pasal 15 (f) ayat 1 KUHAP, eksepsi hanya meliputi kewenangan pengadilan mengadili perkara, surat dakwaaan tidak dapat diterima, dan identitas pelaku tindak pidana tidak sesuai. Jaksa meminta majelis hakim menolak seluruh keberatan penasehat hukum Budi. Menurutnya, seluruh isi dakwaan yang disusun telah memenuhi syarat formil maupun materiil.

"Maka sudah sepatutnya majelis menolak seluruh keberatan penasehat hukum terdakwa karena surat dakwaan telah penuhi syarat formil dan materiil," lanjut Jaksa Medi.

Ketua Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Amin Ismanto meminta waktu satu pekan untuk mempersiapkan putusan sela. Sidang lanjutan dijadwalkan berlangsung pada Selasa pekan depan.

Sebelumnya, Budi Susanto yang merupakan Direktur PT Citra Metalindo Mandiri Abadi (CMMA)menilai penyitaan aset pribadi maupun perusahaannya oleh KPK tidak sah. Penyidik KPK dianggap telah melakukan penyitaan aset yang tidak ada hubungannya dengan kasus simulator. Menurut Budi, sejumlah aset itu didapatnya jauh sebelum adanya kerjasama pengadaan driving simulator dengan Korlantas Polri.

Budi mengaku telah lama menjadi seorang pengusaha di berbagai macam kegiatan. Diantaranya usaha ekspor impor, bidang industri, printing alumunium, pencetakan uang logam di Bank Indonesia, pencetakan tutup botol, pembuatan kaleng cat, pembuatan mesin dan spare part, Selain itu, dia menilai penyidik melakukan penyitaan dengan membabi buta dan arogan.

Seperti diketahui, Budi didakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp 88,4 miliar dari proyek pengadaan driving simulator SIM di Korlantas Polri. Budi juga disebut memperkaya orang lain yaitu mantan Kakorlantas Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Djoko Susilo sebesar Rp 36,9 miliar, Wakakorlantas Brigjen (Pol) Didik Purnomo sebesar Rp 50 juta, Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukotjo S Bambang sebesar Rp 3,9 miliar.

Dalam dakwaan juga dikatakan Budi telah memperkaya pihak lain yaitu Primkoppol Polri senilai Rp 15 miliar. Selain itu kepada Wahyu Indra Rp 500 juta, Gusti Ketut Gunawa Rp 50 juta, Darsian Rp 50 juta, dan Warsono Sugantoro alias Jumadi sebesar Rp 20 juta. Perbuatannya disebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 144,984 miliar atau Rp 121,830. Miliar dalam perhitungan kerugian negara oleh ahli dari BPK RI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com