Menurut jaksa, hal tersebut di luar ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengatur materi eksepsi.
"Hal itu tidak masuk materi keberatan sehingga tidak perlu kami tanggapi lebih lanjut. Sehingga keberatan tim penasehat hukum terdakwa haruslah ditolak," kata Jaksa Medi Iskandar Zulkarnain membacakan tanggapan eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (24/9/2013).
Dia menjelaskan, dalam Pasal 15 (f) ayat 1 KUHAP, eksepsi hanya meliputi kewenangan pengadilan mengadili perkara, surat dakwaaan tidak dapat diterima, dan identitas pelaku tindak pidana tidak sesuai. Jaksa meminta majelis hakim menolak seluruh keberatan penasehat hukum Budi. Menurutnya, seluruh isi dakwaan yang disusun telah memenuhi syarat formil maupun materiil.
"Maka sudah sepatutnya majelis menolak seluruh keberatan penasehat hukum terdakwa karena surat dakwaan telah penuhi syarat formil dan materiil," lanjut Jaksa Medi.
Ketua Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Amin Ismanto meminta waktu satu pekan untuk mempersiapkan putusan sela. Sidang lanjutan dijadwalkan berlangsung pada Selasa pekan depan.
Sebelumnya, Budi Susanto yang merupakan Direktur PT Citra Metalindo Mandiri Abadi (CMMA)menilai penyitaan aset pribadi maupun perusahaannya oleh KPK tidak sah. Penyidik KPK dianggap telah melakukan penyitaan aset yang tidak ada hubungannya dengan kasus simulator. Menurut Budi, sejumlah aset itu didapatnya jauh sebelum adanya kerjasama pengadaan driving simulator dengan Korlantas Polri.
Budi mengaku telah lama menjadi seorang pengusaha di berbagai macam kegiatan. Diantaranya usaha ekspor impor, bidang industri, printing alumunium, pencetakan uang logam di Bank Indonesia, pencetakan tutup botol, pembuatan kaleng cat, pembuatan mesin dan spare part, Selain itu, dia menilai penyidik melakukan penyitaan dengan membabi buta dan arogan.
Seperti diketahui, Budi didakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp 88,4 miliar dari proyek pengadaan driving simulator SIM di Korlantas Polri. Budi juga disebut memperkaya orang lain yaitu mantan Kakorlantas Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Djoko Susilo sebesar Rp 36,9 miliar, Wakakorlantas Brigjen (Pol) Didik Purnomo sebesar Rp 50 juta, Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukotjo S Bambang sebesar Rp 3,9 miliar.
Dalam dakwaan juga dikatakan Budi telah memperkaya pihak lain yaitu Primkoppol Polri senilai Rp 15 miliar. Selain itu kepada Wahyu Indra Rp 500 juta, Gusti Ketut Gunawa Rp 50 juta, Darsian Rp 50 juta, dan Warsono Sugantoro alias Jumadi sebesar Rp 20 juta. Perbuatannya disebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 144,984 miliar atau Rp 121,830. Miliar dalam perhitungan kerugian negara oleh ahli dari BPK RI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.