Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marzuki: Ada "Deal" di Balik Pemilihan Pejabat Publik di DPR

Kompas.com - 22/09/2013, 08:20 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie memastikan ada kesepakatan (deal) di balik pemilihan pejabat publik di DPR, seperti pemilihan hakim agung, pimpinan komisi negara, ataupun lembaga negara. Oleh karena itu, Marzuki mengusulkan peninjauan ulang kewenangan DPR dalam     menentukan pejabat di sejumlah institusi negara tersebut.

”Jika yang hendak dipilih satu, serahkan satu saja ke DPR. Jika (jumlah yang dikirim) lebih atau ada pilihan, pasti muncul deal politik, apakah deal uang atau deal komitmen,” kata Marzuki, Sabtu (21/9/2013).

Wacana peninjauan ulang seleksi pejabat oleh DPR muncul setelah ada dugaan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat pernah mencoba menawarkan uang masing-masing Rp 200 juta kepada tujuh unsur pimpinan Komisi Yudisial (KY). Peristiwa ini terjadi dalam uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung tahun 2012. Dalam uji seleksi calon hakim agung di DPR, Rabu lalu, juga terjadi pertemuan anggota DPR dengan peserta seleksi di toilet DPR.

Terkait dugaan percobaan suap oleh oknum anggota DPR kepada komisioner KY, Marzuki meminta KY menyampaikan informasi itu ke Badan Kehormatan (BK) DPR agar dapat ditindaklanjuti.

”Kami mungkin akan memanggil pimpinan KY. Jika memang ada suap, kami teruskan ke BK. Jika benar terjadi, silakan ditindak. Kami konsisten dan berkomitmen menegakkan kebenaran di DPR,” tutur Marzuki.
DPR diragukan

Marzuki meragukan mekanisme uji kelayakan dan kepatutan di DPR yang hanya dilakukan dalam satu hari atau satu pertemuan. Amat sulit menilai calon dengan model pengujian seperti itu sehingga yang terjadi adalah pemilihan calon berdasarkan pesanan fraksi. Ia pun ragu pilihan fraksi itu dipilih berdasarkan kepentingan negara.

”Akibatnya, kalau ada calon yang tidak baik diloloskan, kita pula yang celaka. Ini karena anggota DPR memilih dengan pertimbangan politik sehingga pasti ada kepentingan politik di dalamnya,” ujar Marzuki.

Ia mengusulkan perlunya pemerintah dan orang-orang partai, melalui fraksinya di DPR, mendaftar, lalu mengubah isi undang- undang yang masih memberikan kewenangan DPR melakukan pemilihan pejabat publik.

Dalam konteks seleksi hakim agung, Marzuki sependapat, proses itu tidak perlu melibatkan DPR. Jika tetap melibatkan DPR, perlu ada perubahan mekanisme, yaitu DPR hanya berhak menyetujui atau tidak menyetujui calon yang diusulkan KY, seperti halnya dalam pemilihan Kepala Polri dan Panglima TNI.

Mantan anggota Komisi III DPR, Firman Jaya Daeli, berpendapat, tetap dibutuhkan pelibatan DPR dalam pemilihan hakim agung. Namun, perubahan bisa dilakukan, seperti DPR hanya memberikan persetujuan atau pertimbangan.

Peneliti Indonesian Legal Roundtable (ILR), Erwin Natosmal Oemar, mengatakan telah mengajukan persoalan kewenangan DPR dalam menyeleksi calon hakim agung dan juga membahas anggaran (yang terlalu detail) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bersama Koalisi Masyarakat Sipil, ILR meminta MK membatalkan kewenangan DPR yang terlampau luas tersebut.

Sidang uji materi atas UU KY dan UU MK terkait kewenangan menyeleksi calon hakim agung selesai sejak Mei lalu. Namun, hingga kini, MK masih belum mengeluarkan putusan.

”Pasti kami putus. Mudah- mudahan tidak begitu lama. Percaya saja dengan MK,” kata Ketua MK Akil Mochtar. (ANA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com