JAKARTA, KOMPAS.com - Sudah dua pekan terakhir tak ada cerita menarik dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Landai! Begitu istilah yang sering terdengar di KPK bila tak ada gereget dalam pengungkapan kasus korupsi.

Kondisi ini agak aneh, dua pekan silam Badan Pemeriksa Keuangan telah menyerahkan laporan perhitungan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pembangunan kompleks olahraga di Hambalang, Bogor.

Perhitungan kerugian negara yang telah berkali-kali diminta KPK itu akan melengkapi berkas penyidikan agar segera bisa dilimpahkan ke penuntutan. Biasanya, sebelum berkas penyidikan dilimpahkan ke penuntutan, tersangka kasus korupsi di KPK akan ditahan.

Dalam kasus Hambalang, penahanan menjadi isu menarik karena salah satu tersangkanya adalah mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng yang juga bekas petinggi Partai Demokrat. Tersangka lainnya adalah mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

Akibatnya, setelah BPK menyerahkan laporan perhitungan kerugian negara, hanya satu pertanyaan ke KPK, yaitu kapan para tersangka Hambalang ditahan? Apalagi usai menerima laporan dari BPK, Ketua KPK Abraham Samad pernah berujar, tersangka Hambalang akan ditahan beberapa hari ke depan.

Namun, jangankan menahan, KPK bahkan belum memanggil tersangka kasus Hambalang untuk diperiksa.

Ini baru untuk kasus Hambalang. Kelanjutan kasus penangkapan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini yang diduga menerima suap dari Komisaris Kernel Oil Pte Ltd Simon Gunawan Tanjaya melalui pelatih golf Deviardi alias Ardi juga belum jelas. Setelah ketiganya ditetapkan menjadi tersangka, KPK antara lain menggeledah ruangan Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Waryono Karno. Di sana KPK menemukan uang 200.000 dollar AS yang nomor serinya berurutan dengan uang suap untuk Rudi. Namun, hingga sekarang Waryono tak kunjung diperiksa.

KPK boleh mengatakan tak pernah berhenti mengusut kasus korupsi yang ditangani. KPK juga boleh mengklaim selalu mempercepat penuntasan kasus yang telah mereka sidik. Namun, nyatanya sudah berhari- hari di KPK masih tetap landai.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, ada banyak kasus yang siap naik ke penyidikan. Namun, untuk itu, KPK harus melakukan gelar perkara yang dihadiri pimpinan, penyelidik, penyidik, hingga penuntut umum. Persoalannya, beberapa hari terakhir tak mungkin KPK melakukan gelar perkara. Pimpinan KPK lebih sibuk di luar Jakarta untuk acara, seperti memberi kuliah umum dan sosialisasi. Dari lima unsur pimpinan KPK, Rabu lalu, hanya Busyro Muqoddas yang berada di kantor.

Bagaimana KPK bisa melakukan gelar perkara bila pimpinannya lebih sering berada di luar kantor? (KHAERUDIN)