Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Imam Anshori Saleh soal Percobaan Penyuapan oleh Anggota DPR

Kompas.com - 20/09/2013, 08:23 WIB


KOMPAS.com
 — Aroma tak sedap tercium di dalam proses uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung yang diselenggarakan di Komisi III DPR. Selain karena peristiwa "pertemuan di toilet", pengakuan salah satu unsur pimpinan Komisi Yudisial, Imam Anshori Saleh, juga menguatkan adanya indikasi permainan uang.

Kompas menemui Imam Anshori Saleh, Kamis (19/9/2013), dan bertanya lebih detail mengenai kronologi peristiwa "percobaan suap" itu. Berikut petikan wawancaranya.

Bagaimana kronologi penawaran uang tersebut?

Saya sebenarnya mendapatkan banyak telepon dari orang-orang DPR, dari beberapa fraksi. Lebih dari lima orang, dari fraksi berbeda-beda. Intinya, minta tolong supaya orangnya (calon) diluluskan. Saya jawab saja, ya nanti kita lihatlah. Kalau hasilnya bagus dan rekam jejaknya bagus, saya kira akan lolos. Kalau tidak bagus, karena KY memang memiliki standar, ya tidak bisa.

Saya pikir sudah selesai. Tahu-tahu ada yang menelepon mengajak bertemu. Saya tidak berpikir apa-apa saat itu. Akhirnya, saya bertemu di sebuah rumah makan di daerah Senayan.

Ketika itu dia bilang, "Mas, saya dapat amanat dari ibu, ini supaya diloloskan. Untuk KY, masing-masing disiapkan Rp 200 juta." Dia memang tidak bilang akan memberi Rp 1,4 miliar, tetapi kalau dihitung kan jadinya Rp 1,4 miliar.

Saya jawab, "Waduh… kalau yang begitu-begitu saya dan teman-teman tidak akan menerimanya Pak. Tanpa itu pun, kalau baik tentu akan kami loloskan."

Saya tidak langsung memberitahukan peristiwa ini kepada teman-teman (pimpinan KY). Saya biarkan dulu, biar yang bersangkutan seleksi. Nah, ketika rapat penentuan kelulusan, saya baru menggunakan hak veto. Saya katakan tidak bisa meloloskan orang ini. Anggota yang lain bertanya, lalu saya jelaskan soal itu (tawaran uang). Lalu, kami sepakat tidak meloloskannya.

Apa reaksi dari orang DPR?

Ya, memang sempat marah-marah orang DPR walau tentu saja tidak marah ke saya. KY dikatakan tidak mampu. Lalu, DPR menunda uji kelayakan dan kepatutan. Makanya, dulu saya ancam kalau mereka menjelek-jelekkan (KY), saya punya kartu truf.

Pada 2012, DPR sempat menolak melanjutkan proses seleksi calon hakim agung dengan alasan kuota belum terpenuhi. Saat itu, KY yang seharusnya mengirimkan 18 calon hakim agung hanya mengirimkan 12 calon (Kompas, 6 Juni 2012).

Bagaimana kalau anggota DPR dimaksud membantah?

Ya silakan saja membantah. Tetapi, ini soal komitmen. Kalau bertemu saya, awalnya, agak kikuk karena semula mengira saya bisa dibeli. Dia jadi agak segan dengan saya karena sudah pernah mencoba, tetapi tidak tembus.

Andai saya mau, uangnya bisa saya ambil semua. Namun, nurani saya tidak sampai hati. Selain saya jadi berdosa, celaka pula bagi peradilan ke depan. Satu orang saja ada yang seperti itu, peradilan bisa rusak.

Setelah mengungkapkan soal ini, ada yang mengancam?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pendiri Mustika Ratu Mooryati Soedibyo Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Pendiri Mustika Ratu Mooryati Soedibyo Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Nasional
Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Nasional
Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Nasional
MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

Nasional
Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Nasional
Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com