“Saya sudah lama mengusulkan agar partai-partai Islam duduk bersama membangun koalisi strategis. Jangan menonjolkan keakuan yang justru merugikan umat. Dan kalau itu dilakukan, justru tidak mustahil mereka ditinggalkan,” ujar Din di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2013).
Ia mengatakan, partai-partai yang memboyong ideologi Islam harus bermusyawarah memutuskan sikap politiknya dan arah dukungannya pada calon presiden (capres) tertentu. Capres tersebut, menurutnya, bisa saja dari partai Islam. Namun, katanya, tidak tertutup kemungkinan partai Islam menjagokan capres yang tidak berlatar belakang partai Islam.
“Terserah mereka. Kalau sudah duduk bersama, bermusyawarah, capres bisa diambil dari partai Islam, bisa dari luar, entah siapa pun,” tegas Din.
Disampaikannya, yang terpenting, seluruh partai Islam yang menjadi peserta Pemilu 2014, saat ini mempertanggungjawabkan nama “Islam” yang diembannya.
“Jangan kemudian nama Islam itu diperjualbelikan saja. Itu tanggung jawab,” katanya.
Sementara itu, Peneliti Senior Soegeng Sarjadi Syindicate (SSS) Sukardi Rinakit mengatakan, ideologi tidak akan menjadi faktor penentu dalam koalisi Pemilu Presiden 2014. Menurutnya, koalisi penentuan pasangan capres maupun calon wakil presiden (cawapres) hanya ditentukan oleh hitung-hitungan politik kekuasaan saja.
“Apa yang disebut Islam Ideologis, secara politik sudah tidak ada lagi,” ujarnya.
Seperti diwartakan, Survei Lingkaran Survei Indonesia pada Oktober 2012 memprediksi, hanya ada dua partai berbasis Islam yang berhasil mencapai ambang batas parlemen 3,5 persen jika pemilu digelar saat itu.
Semakin menurunnya pemilih partai-partai Islam antara lain disebabkan persoalan integritas politisinya hingga ketiadaan program kerja nyata yang mampu menyelesaikan masalah rakyat. Jika ingin mempertahankan ceruk suaranya, sebaiknya partai-partai berbasis Islam bergabung.
”Hanya ada dua partai Islam yang bisa lolos jika pemilu diselenggarakan bulan ini dan parliamentary threshold ditetapkan 3,5 persen. Tetapi, saya belum bisa sebut partai mana saja. Hanya saja, kecenderungan partai nasionalis memang meningkat. Golkar semakin tinggi. PDI-P juga. Demokrat masih punya waktu dua tahun untuk berbenah. Nasdem dan Gerindra puya pendanaan cukup besar,” katanya.
Dalam survei LSI yang dirilis pekan lalu, lima besar parpol saat ini dikuasai partai berbasis kebangsaan, yakni Golkar 21 persen, PDI-P 17,2 persen, Partai Demokrat 14 persen, Partai Gerindra 5,2 persen, dan Partai Nasdem 5 persen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.