Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mempertanyakan Janji KPK Menahan Andi Mallarangeng

Kompas.com - 16/09/2013, 10:52 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Hingga Senin (16/9/2013), Komisi Pemberantasan Korupsi belum juga menahan tersangka kedua kasus dugaan korupsi Hambalang, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng. Padahal, KPK berjanji akan segera menahan tersangka Hambalang begitu menerima hasil perhitungan kerugian negara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Kini, BPK telah menyelesaikan hasil perhitungannya dan menyerahkannya kepada KPK awal September lalu. Dengan demikian, sedianya tak ada lagi alasan bagi KPK untuk belum menahan Andi.

Ketua KPK Abraham Samad pun mengungkapkan akan segera menahan tersangka-tersangka Hambalang. Saat menerima hasil perhitungan kerugian negara dari BPK pada 4 September 2013, Abraham bahkan berkata bahwa penahanan Andi akan dilakukan dalam beberapa hari ke depan.

"Insya Allah dalam beberapa hari ke depan kita akan melakukan langkah-langkah lebih progresif, termasuk penahanan," kata Abraham ketika itu.

Namun, sudah hampir dua minggu berlalu, tetapi KPK belum juga menahan Andi. Pada Minggu (15/9/2013), Juru Bicara KPK Johan Budi menegaskan bahwa pihaknya belum mengirimkan surat panggilan pemeriksaan kepada Andi. Surat panggilan pemeriksaan sebagai tersangka ini bisa menjadi sinyal penahanan seorang tersangka.

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Proyek pembangunan kompleks olahraga terpadu Hambalang di Kecamatan Citereup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (30/5/2012). Proyek senilai Rp 1,175 triliun tersebut menghadapi beberapa persoalan antara lain amblesnya tanah di area Power House III dan fondasi lapangan bulu tangkis seluas 1.000 meter persegi periode Desember 2011. Selain itu proyek ini kini tengah didalami oleh Komisi Pemberantasan Korupsi perihal dugaan suap oleh anggota DPR.

Seperti diketahui, KPK kerap menahan seseorang seusai pemeriksaan yang bersangkutan sebagai tersangka.

"Belum ada surat dikirim," kata Johan.

Sebelumnya, Johan juga mengungkapkan, KPK belum menjadwalkan pemeriksaan Andi sebagai tersangka karena masih mendalami informasi baru yang diperoleh melalui pemeriksaan para saksi.

Pendalaman informasi baru tersebut, menurut Johan, dilakukan dalam mengembangkan penyidikan Hambalang dan melengkapi berkas perkara Andi agar dapat ditingkatkan ke tahap penuntutan.

"Pengusutan kasus-kasus kan ada hal-hal baru yang sedang dikembangkan. Bisa jadi pemeriksaan saksi-saksi di luar pemeriksaan tersangka karena adanya informasi-informasi baru yang perlu didalami dulu oleh KPK, tapi yang pasti belum ada panggilan ke Andi. Biasanya kan tiga-empat hari setelah panggilan, berarti besok tidak ada pemeriksaan," tutur Johan (12/9/2013).

KPK gamang

Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat I Gede Pasek Suardika menilai KPK gamang karena tidak menyegerakan proses hukum terhadap seseorang yang sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka. Pasek menilai, jika memang alat bukti untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka itu sudah cukup, sedianya KPK bisa mempercepat proses hukum kasus yang disidiknya.

"Berarti KPK gamang dengan apa yang sudah diputuskan. Kan kalau berpikir orang jadi tersangka itu karena sudah cukup dua alat bukti, sudah kuat untuk orang menjadi tersangka. Kalau sudah kuat, buat apa nunggu ini itu? Harusnya masuk proses pengadilan dong," kata Pasek di Jakarta, Minggu.

Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho menilai penting penahanan terhadap Andi dalam menuntaskan kasus Hambalang. Jika kasus ini tidak segera dituntaskan, menurut Emerson, hal itu justru akan menyandera KPK.

KOMPAS.com/ICHA RASTIKA Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan perhitungan kerugian negara terkait hambalang kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (4/9/2013).

"Apalagi kasus ini adalah kasus korupsi yang libatkan aktor-aktor dari eksekutif, legislatif, dan yudikatif serta partai politik," ujar Emerson.

Dia juga menilai penahanan Andi dapat menjadi stimulus untuk penyelesaian perkara tersangka lainnya. Peneliti ICW lainnya, Tama S Langkun, menyampaikan pendapat senada. Dia mengatakan, tidak ada alasan bagi KPK untuk menunda-nunda penanganan perkara Hambalang setelah mendapatkan hasil perhitungan kerugian negara dari BPK, terutama, perkara yang perbuatan tersangkanya diduga menimbulkan kerugian negara.

"Jika benar audit PKN yg diminta KPK kepada BPK sudah diberikan, maka tidak ada alasan bagi KPK untuk menunda-nunda penanganan perkara Hambalang," kata Tama.

KPK menetapkan Andi sebagai tersangka sekitar Desember 2012. Selaku Menpora, Andi diduga melakukan penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama sehingga mengakibatkan kerugian negara.

Perbuatan itu diduga dilakukan Andi bersama Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar, serta mantan pejabat PT Adhi Karya Teuku Bagus Muhammad Noor. Sejauh ini, baru Deddy yang ditahan KPK.

Selain menetapkan ketiganya sebagai tersangka, KPK menyidik kasus lain Hambalang yang diduga melibatkan mantan Ketua Umum Partai Demokrat  Anas Urbaningrum. Berbeda dengan Andi, Deddy, dan Teuku Bagus, Anas disangka menerima pemberian hadiah atau janji terkait proyek Hambalang dan proyek lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com