JAKARTA, KOMPAS.com —
Saldi Matta tampil modis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta ketika bersaksi untuk Ahmad Fathanah, Kamis (12/9/2013). Ia mengenakan kemeja abu-abu dan celana panjang warna merah bata yang tampak ngepas, layaknya anak-anak muda sekarang yang gandrung dengan celana pensil warna ngejreng.

Penampilan kasual dan kualitas kesaksian adik Presiden Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta ini sempat dikomentari hakim. Penampilan Saldi Matta dikatakan terlalu sederhana untuk ukuran pengusaha event organizer dan travel. Hakim mencium bahasa tubuh yang tak jujur, bahkan dengan terang dikatakan penjelasannya tak logis.

Penjelasan itu terkait keterangan Saldi yang mengatakan pernah dititipi Fathanah uang tunai Rp 3 miliar. Namun, pada saat bersamaan, Fathanah utang uang kepada Saldi Rp 25 juta untuk membeli barang belanjaan di sebuah kompleks pertokoan.

”Kalau tak logis, hakim tahu, dari bahasa tubuh Anda kami tahu Anda jujur atau tidak,” kata hakim anggota, Joko Subagyo.

Saldi tak bisa menjelaskan keanehan itu.

Ketua Majelis Hakim Nawawi Pomolango juga menyatakan keterangan Saldi tidak logis terkait berpindahnya salinan sembilan sertifikat tanah milik istri Anis ke tangan Fathanah. ”Agak sulit saya memahami jawaban Anda. Mudah-mudahan ini bukan jawaban politis,” kata Nawawi.

”Terlalu sederhana untuk seorang pengusaha,” kata Nawawi.

Saldi pun menjawab, ”Saya memang apa adanya.”

Nawawi pun mengingatkan bahwa Saldi sebagai saksi terikat sumpah. ”Anda sudah bersumpah, Wallahi (demi Allah) sudah diucapkan,” kata Nawawi.

Saldi pun menjawab, ”Saya punya istri dan anak, saya jujur.”

Figur-figur pengusaha ataupun politisi muda akhir-akhir ini memang berseliweran di Pengadilan Tipikor. Sebagian menjadi terdakwa, sebagian lagi ”hanya” menjadi saksi.

Walaupun saksi, sebagian di antaranya memegang rantai kunci dari keseluruhan skenario korupsi sehingga jika berbohong, keutuhan kisah menjadi goyah. Tak sedikit anak muda yang memberi kesaksian tak logis, bahkan cenderung bohong. Mereka seolah tak takut dengan ancaman pidana jika berbohong.

Sebelumnya, pengusaha muda yang kesaksiannya menyedot perhatian media massa adalah pengusaha bidang konfeksi, yaitu Ridwan Hakim, yang juga putra Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin. Dia banyak menjawab lupa atau tidak tahu terhadap pernyataan sederhana yang seharusnya diketahuinya.

Kesaksian Ridwan meninggalkan pekerjaan rumah bagi KPK karena menebar dua nama misterius, yaitu Sengman dan Bunda Putri.

Menanggapi jawaban Ridwan, Nawawi mengatakan, ”Anda pikir kami semua batu?”

Bahkan, Nawawi sampai ”menantang” jaksa agar menggunakan instrumen hukum yang ada untuk menjerat Ridwan.

Tak selamanya anak muda yang bersaksi memberi keterangan berbelit-belit atau tak mau bekerja sama dengan hakim. Bisa dibilang, jika berbelit, biasanya memang memiliki kaitan erat dengan kasusnya dan berusaha menutup-nutupinya.

Sekretaris Luthfi Hasan Ishaaq, Ahmad Zaky, kesaksiannya juga masih misterius bagi hakim.

Kalangan muda ini jika ditanya tentang hal yang kiranya terkait perkara, dengan cepat bisa langsung mengelak, entah dengan mengatakan tidak tahu atau lupa. ”Anda ini masih muda kok sudah sering lupa,” begitu hakim I Made Hendra menanggapi jawaban para saksi.

Keteguhan psikologis anak-anak muda memang lebih kuat daripada para orangtua yang sudah pensiun. Terdakwa atau saksi yang sudah pensiun lebih bisa lapang dada menerima segala konsekuensi. ”Saya sudah pensiun, buat apa saya berbohong,” begitu kata seorang saksi dalam sidang Djoko Susilo. (Amir Sodikin)