"Padahal, keberhasilan proses peradilan pidana sangat bergantung pada alat bukti yang ditemukan. Jadi, peran saksi dan korban dalam proses tersebut menjadi penting," ujarnya.
Acara tersebut juga dihadiri oleh Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Jimly Asshiddique, anggota DPR-RI dari Fraksi Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin, Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila, dan Penasihat Hukum Kedubes AS untuk Indonesia, Terry Kinney.
Menurutnya, banyaknya kasus yang tidak terungkap dan tidak terselesaikan karena saksi dan korban yang takut memberikan kesaksian kepada penegak hukum. Ketakutan tersebut biasanya karena mendapat ancaman dari pihak tertentu.
"Hal inilah yang mendorong pembentukan LSPK yang diatur dalam UU No. 13 tahun 2006." katanya.
Mantan Deputi Direktur Program ELSAM tersebut menjelaskan bahwa ada tiga alasan di balik lahirnya UU Nomor 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Pertama, untuk menyempurnakan proses peradilan pidana di Indonesia yang belum mengatur secara khusus tentang peradilan saksi dan korban. Kedua, UU tersebut dibentuk untuk menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat untuk mengungkap tindak pidana. Terakhir, UU tersebut dibuat untuk memberikan perlindungan saksi dan korban karena sejumlah peristiwa kekerasan fisik yang dialami oleh saksi dan korban yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak bersedia bersaksi atau tidak mau melaporkan suatu perisiwa pidana kepada penegak hukum.
"Jadi, keberadaan LSPK menjadi sangat penting. Tapi, tetap membutuhkan kerjasama dengan berbagai pihak terkait seperti Kementerian Hukum dan HAM, Komnas HAM, Polri, dan juga KPK," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.