"Menyatakan Ratna Dewi Umar terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam dakwaan subsider," kata Ketua Majelis Hakim Nawawi Pomolango dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Putusan ini sempat tertunda pembacaannya. Sedianya putusan Ratna dibacakan pada 29 Agustus lalu, namun ditunda karena saat itu putusan yang akan dibacakan belum sempurna. Putusan majelis hakim yang dibacakan hari ini hampir sama dengan tuntutan jaksa. Sebelumnya jaksa
KPK menuntut Ratna dihukum lima tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara. Hanya saja, jaksa menilai Ratna terbukti melanggar pasal dalam dakwaan primer, yakni Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP, sementara majelis hakim menganggap Ratna terbukti melanggar Pasal 3 dalam undang-undang yang sama.
Menurut majelis hakim, Ratna terbukti bersama-sama menyalahgunakan kewenangannya untuk menguntungkan diri sendiri, pihak lain, atau suatu korporasi yang mengakibatkan kerugian negara. Namun majelis hakim menilai Ratna tidak terbukti mengambil keuntungan pribadi dari proyek ini sehingga dia tidak dibebankan untuk mengganti uang kerugian negara.
Adapun korporasi yang diuntungkan dari perbuatan Ratna ini adalah PT Rajawali Nusindo, dan PT Kimia Farma Trading. Total kerugian negara dalam empat proyek pengadaan ini, menurut hakim, mencapai Rp 50,4 miliar.
Keempat proyek yang dikorupsi itu adalah, pengadaan alat kesehatan dan perbekalan dalam rangka wabah flu burung tahun anggaran 2006 di Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, penggunaan sisa dana Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun anggaran 2006 pada Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar Ditjen Bina Pelayanan Medik Depkes, pengadaan peralatan kesehatan untuk melengkapi rumah sakit rujukan penanganan flu burung dari DIPA anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) perubahan tahun anggaran 2007, serta pengadaan reagen dan consumable penanganan virus flu burung dari DIPA APBN-P tahun anggaran 2007.
"Terdakwa yang menjabat PPK (pejabat pembuat komitmen) merangkap KPA (kuasa pengguna anggaran) setelah mendapatkan arahan dari Siti agar melakukan penunjukkan langsung, berbicara dengan Rudi selanjutnya Sutiko dan mengarahkan agar berhubungan dengan panitia pengadaan," tutur hakim Made Hendra.
Adapun Rudi yang dimaksud dalam putusan hakim tersebut adalah Direktur PT Rajawali Nusindo Rudi Tanoesoedibjo yang pernah diperiksa sebagai saksi dalam persidangan Ratna. Hakim juga menolak pembelaan tim pengacara Ratnya yang mengatakan bahwa kliennya hanya mengikuti perintah atasannya.
Menurut hakim, perintah dari Siti yang mengarahkan agar proyek alkes tersebut dilaksanakan melalui penunjukkan langsung, bukanlah perintah yang sah. Hakim menilai, perintah ini tidak sah karena Siti selaku menteri tidak berwenang menentukan perusahaan yang diinginkannya sebagai pemenang tender proyek.
"Melaksanakannya artinya melaksanakan perintah yang tidak sah," tambah hakim Made Hendra.
Merasa dikorbankan
Menanggapi putusan ini, Ratna menyatakan akan berkonsultasi dengan pengacaranya dulu apakah akan mengajukan banding atau tidak. Wanita yang mengenakan atasan biru tua dan rok hitam ini tampak tidak menangis saat mendengarkan amar putusan hakim dibacakan. Seusai persidangan, Ratna menyatakan dia merasa dikorbankan oleh Siti. Dia pun menyebut Siti harus ikut bertanggung jawab atas kasusnya ini.
"Jelas (harus bertanggung jawab)," kata Ratna.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.