Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pentingnya Suksesi 2014

Kompas.com - 26/08/2013, 08:33 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Suksesi presiden tahun 2014 menjadi sangat penting ketika bangsa ini memasuki era baru. Indonesia terus menjalani proses konsolidasi demokrasi, yaitu membangun institusi demokrasi yang kokoh dan menyelesaikan sejumlah masalah dalam beragam bidang kehidupan.

Pada era baru, Indonesia mesti menjadi negara yang makin kuat, berdaulat, dan bermartabat. Dalam konteks itu, Indonesia memerlukan pemimpin baru.

Pascareformasi, Indonesia selalu dirundung masalah. Politik tak melahirkan perilaku dan etika yang bermartabat, tetapi politik transaksional dan praktik oligarkis sangat menonjol. Hukum tidak hanya sulit ditegakkan, tetapi justru diselewengkan, termasuk oleh penegak hukum. Korupsi yang menjadi agenda reformasi justru berkembang makin masif di sejumlah kalangan, termasuk penyelenggara negara.

Bangsa pun mulai mengendur kohesinya ketika konflik dan kekerasan sosial jadi jalan pintas untuk memecahkan persoalan. Suksesi 2014 menjadi sangat penting karena transisional dari era lama (Orde Baru hingga Reformasi) menuju era yang benar-benar baru dengan generasi yang terlepas dari beban masa lalu.

Ketika memberikan kuliah umum pada Program Pendidikan Reguler Angkatan Ke-49, Ke-50, dan Program Pendidikan Singkat Angkatan Ke-19 Lembaga Ketahanan Nasional, pekan lalu, Wapres Boediono mengingatkan pentingnya memilih pemimpin yang mampu mengawal demokrasi Indonesia. Alasannya, proses konsolidasi demokrasi di Indonesia belum rampung.

”Pilihlah pemimpin yang berintegritas, pemimpin yang mampu mengawal proses demokrasi,” kata Boediono di Istana Wapres.

Menurut Wapres, pasca-Reformasi 1998, Indonesia merampungkan masa transisi yang berat, yang kemudian memasuki era konsolidasi. Pada era konsolidasi itu, berlangsung pembangunan pilar-pilar demokrasi sehingga diperlukan orang-orang yang mau ikut membangun institusi demokrasi dan mengawal aturan main institusi demokrasi. Konsolidasi tidak akan berhasil jika semua orang berlomba-lomba ingin mempunyai posisi. Hal itu perlu diperhitungkan saat Indonesia memilih pemimpin.

Sebagai salah satu lembaga yang berfungsi menciptakan kader pemimpin nasional, menjadi tugas partai politik mencari pemimpin baru yang bisa memimpin Indonesia di era baru.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS), misalnya, terus mencari sosok pemimpin nasional yang bervisi mengembangkan Indonesia menjadi negara berdaulat dan bermartabat. ”Capres (calon presiden) yang ideal adalah figur yang punya track record (rekam jejak) positif sebagai pemimpin publik dan politik. Sosok itu harus mampu menghadirkan kembali kepercayaan publik dan kebanggaan kepada NKRI,” kata Ketua Fraksi PKS di DPR Hidayat Nur Wahid, di Jakarta.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) juga berupaya bisa melahirkan pemimpin baru. Bagi PDI-P, kata Sekretaris Jenderal PDI-P Tjahjo Kumolo, kepemimpinan nasional setelah 2014 merupakan kepemimpinan transisional, perpaduan antara sosok yang memegang teguh prinsip dan sosok yang mampu mengelola pemerintahan.

Menurut Wakil Ketua Umum Partai Bulan Bintang Sahar L Hasan, figur pemimpin ke depan adalah yang tidak mewarisi sifat, cara kerja, dan pola presiden-presiden sebelumnya. ”Memilih presiden juga dengan menerapkan prinsip organisasi modern. Tidak merangkap jabatan di sana-sini, tidak mengutamakan urusan partai dibandingkan urusan negara,” ujarnya.

Bursa capres

Hingga Minggu (25/8), parpol terus giat menjaring capres, seperti dilakukan tim konvensi Partai Demokrat. PDI-P juga tengah menyiapkan rapat kerja nasional meskipun kemungkinan belum akan menyebut nama capresnya.

Hingga kini nama-nama yang beredar di publik masih berkutat pada nama-nama yang beredar beberapa tahun ini, antara lain Prabowo Subianto, Aburizal Bakrie, Megawati Soekarnoputri, Mahfud MD, Surya Paloh, Rhoma Irama, Wiranto, Dahlan Iskan, Hidayat Nur Wahid, Sultan Hamengku Buwono X, Hatta Rajasa, Anies Baswedan, Suryadharma Ali, Ani Yudhoyono, Sri Mulyani, Yusril Ihza Mahendra, Pramono Edhi Wibowo, dan Sutiyoso.

Namun, nama yang santer disebut belakangan ini adalah Joko Widodo (Jokowi), Gubernur DKI Jakarta. Dalam sejumlah survei, nama Jokowi unggul di antara tokoh-tokoh yang telah menasional lebih dahulu. Jokowi dikenal sebagai tokoh daerah (Wali Kota Solo) yang menunjukkan kerja baik dan positif sehingga mampu memenangi pilkada Jakarta melawan pasangan petahana.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com