Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Moeldoko, Jenderal TNI yang Buat DPR Terkesan

Kompas.com - 21/08/2013, 20:12 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Suasana berbeda tampak dalam rapat komisi di DPR. Rapat yang biasanya selalu dihujani interupsi berubah menjadi hujan tepuk tangan dan pujian. Suasana tak biasa ini terjadi saat Komisi I DPR menggelar rapat uji kelayakan dan kepatutan terhadap Jenderal Moeldoko sebagai calon panglima TNI, Rabu (21/8/2013).

Rapat dimulai sekitar pukul 11.00, atau telat satu jam dari jadwal semula. Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq memimpin jalannya rapat yang terbuka dan dihadiri sekitar 36 anggota Komisi I DPR.

Di awal rapat, Mahfudz membukanya dengan usulan mekanisme rapat tersebut. Ia mengusulkan, rapat digelar sampai pukul 17.00 dan setiap fraksi diberikan hak bertanya serta memperdalam materi pembahasan melalui juru bicara dengan waktu 7 menit. Semua langsung menyetujui dan rapat dimulai.

"Semua langsung setuju, ini langka, semoga pertanda baik," kata Mahfudz.

Setelah itu, tibalah saat Moeldoko menyampaikan visi, misi, dan gagasannya. Jika terpilih, ia menyatakan akan menganggap Komisi I DPR bukan sekadar mitra kerja, tetapi sebagai keluarga besar TNI.

Dalam paparannya, Moeldoko menyampaikan berbagai inovasi yang akan dilakukannya saat menjadi Panglima TNI. Moeldoko mengumbar janji akan menjaga netralitas TNI dalam politik dan menjamin tak ada dualitas. Ia juga bertekad meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan TNI, serta menjadikan kesatuan NKRI sebagai harga mati.

Tepuk tangan riuh dari anggota Komisi I DPR menambah ramai jalannya rapat. Sekitar pukul 13.00, pimpinan rapat memutuskan untuk menskors jalannya rapat sekitar 45 menit untuk rehat makan siang dan shalat dzuhur.

Saat memasuki sesi kedua, suasana rapat berjalan lebih seru. Sejumlah anggota Komisi I melontarkan pertanyaan yang sifatnya di luar teknis. Bahkan, anggota Komisi I asal Fraksi Golkar, Tantowi Yahya, menyampaikan pernyataan yang cukup menggelitik. Moeldoko dianggapnya tak layak menjadi Panglima TNI karena lebih pantas menjadi calon presiden melalui bursa konvensi Partai Demokrat.

Tak hanya itu, Tantowi juga meminta Moeldoko menceritakan pengalaman terbesarnya selama menjadi anggota TNI. Moeldoko bercerita ketika dirinya menangani kerusuhan Ahmadiyah di Cikeusik, Banten. Hal itu, katanya, merupakan pengalaman terbesarnya.

Selanjutnya, porsi bicara Moeldoko menjadi lebih banyak. Semua pertanyaan dari anggota Komisi I ia jawab dengan kata-kata yang tegas dan lugas. Bila diperhatikan, semua anggota Komisi I yang mengikuti rapat tersebut duduk tenang, menyimak untaian kata yang keluar dari mulut Jenderal Moeldoko. Tak ada interupsi, senyap, semua seperti terkesima.

Beberapa menit sebelum pukul 17.00, rapat sesi dua kembali diskors karena Komisi I menggelar rapat internal untuk mendengar pandangan semua fraksi terkait dengan paparan Moeldoko. Tak lebih dari satu jam, rapat kembali dimulai dengan agenda penyampaian keputusan Komisi I, yakni menyetujui Jenderal Moeldoko menjadi Panglima TNI.

Mahfudz menyampaikan, semua fraksi di Komisi I menyatakan setuju Moeldoko menjadi Panglima TNI.

"(Pengambilan keputusan) bukan panjang pendeknya, tetapi kualitas prosesnya," kata Mahfudz saat ditanya mengenai keputusan Komisi I yang keluar dalam waktu singkat.

Atas keputusan itu, mayoritas anggota Komisi I secara langsung memberi ucapan selamat kepada Moeldoko. Keputusan tersebut akan diberikan secara tertulis kepada pimpinan DPR dan akan disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada 27 Agustus 2013. Selamat, Jenderal....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com