Amir menjelaskan, tata kelola lapas di Indonesia merupakan problematika yang sangat pelik. Pasalnya, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika belum mampu memisahkan hukuman penjara untuk narapidana narkoba, baik pengguna, pecandu, maupun pengedar.
"Saya sebetulnya lebih merindukan solusi dari teman-teman di Senayan (DPR) ini," kata Amir seusai menghadiri rapat paripurna di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (20/8/2013).
Amir memberi contoh keberadaan lapas di Sumatera Utara yang bergejolak. Seluruh lapas di Sumatera Utara, kata Amir, sekitar 62 persennya dihuni oleh narapidana kasus narkotika. Padahal, dari jumlah tersebut, sebanyak 80 persennya adalah narapidana yang dianggap tak perlu mendekam di penjara karena cukup menjalani rehabilitasi ketergantungan narkotika.
Akan tetapi, Amir melanjutkan, dalam Pasal 127 UU Nomor 35 Tahun 2009 diatur hukuman minimal yang cukup tinggi, bahkan ditambah hukuman denda minimal sebesar Rp 600 juta. Aturan itu yang dianggap Amir menjadi salah satu pemicu membeludaknya penghuni lapas di Sumatera Utara dan di seluruh Indonesia.
"Saya tidak pernah keberatan teman-teman di Senayan marah. Tapi, sekali lagi, di samping marah, berikan kami solusi. Mungkin ada pemikiran melakukan revisi terhadap UU itu sehingga sejak awal, sudah jelas siapa ke penjara, siapa ke panti rehabilitasi," ujarnya.
Sebelumnya, Amir sempat menantang DPR untuk melakukan revisi pada UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Amir menjelaskan, revisi pada UU tersebut perlu dilakukan karena ada tumpang tindih dalam penanganan terpidana pada kasus narkoba.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.