Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pidato Kenegaraan Presiden SBY ibarat Cerita Fiksi Ilmiah

Kompas.com - 17/08/2013, 06:44 WIB
Suhartono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pidato kenegaraan yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Rapat Paripurna Gabungan DPR dan DPD menyambut hari ulang tahun ke-68 kemerdekaan Republik Indonesia, Jumat (16/8/2013), dinilai menyerupai cerita fiksi yang berbau ilmiah.

"Seperti pidato SBY lainnya, pidato kenegaraan kemarin juga kebanyakan bumbu-bumbu," kecam anggota DPR asal Fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka kepada Kompas, Sabtu (17/8/2013) pagi. Terutama, sebut dia, "bumbu" berupa istilah dan teori berbahasa Inggris.

Kesannya, kata Rieke, pidato tersebut ilmiah karena disertai dengan angka-angka yang seolah-olah memperlihatkan akurasi keberhasilan. "Namun, apakah angka-angka itu berbasis pada data dan realitas sesungguhnya? Atau sekadar fiksi belaka untuk pembungkus pencitraan?" ujar Rieke Diah Pitaloka, Sabtu pagi.

Padahal, tambah mantan calon gubernur Jawa Barat pada pilkada terakhir Jabar ini, masyarakat sekarang sudah cerdas dan mampu menilai apa yang sesungguhnya terjadi. Rieke mengambil contoh soal peningkatan pendapatan domestik bruto (PDB).

PDB tak menggambarkan realita

Bila dilihat angka-angkanya saja, kata Rieke, memang PDB terus meningkat. Pada 2004, PDB tercatat 1.177 dollar AS, lalu pada 2009 menjadi 2.290 dollar AS, berlanjut pada 2012 menjadi 3.092 dollar AS dan ditargetkan pada 2014 mencapai 5.000 dollar AS. "Pertanyaannya, jika PDB itu mengukur produk barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara, siapa yang menikmati besarnya PDB itu?" tanya dia.

Namun, kata Rieke, ternyata yang menikmati PDB tersebut bukanlah seluruh rakyat Indonesia, melainkan hanya mereka yang memiliki akses di bidang ekonomi. Sebagai contoh, dia mengambil Provinsi Papua. Provinsi ini, ujar Rieke, memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia. "Tetapi, angka kemiskinannya tertinggi pula," tegas dia.

Karenanya, Rieke mengatakan, PDB 5.000 dollar AS per kapita bukan berarti pendapatan penduduk benar-benar Rp 50 juta per tahun atau Rp 4,2 juta per bulan. Faktanya, sebut dia, data Badan Pusat Statistik menyebutkan masyarakat yang memiliki kemampuan belanja di atas Rp 1 juta per bulan hanya 16 persen. Masyarakat dengan penghasilan Rp 500.000 sampai Rp 1 juta juga tercatat mencapai 30 persen, dan yang berpenghasilan di bawah Rp 500.000 bahkan mencapai 55 persen.

"Kesejahteraan apa yang dimaksud Presiden SBY bila sebanyak 85 persen rakyat justru daya belinya di bawah Rp 1 juta per bulan?" tanya Rieke. Dengan data penghasilan tersebut, imbuh dia, dapat terbayangkan pula bagaimana penurunan daya beli yang terjadi setelah pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak pada 22 Juni 2013.

Data BPS di atas, lanjut Rieke, sudah diakui belum menghitung dampak kenaikan harga BBM. "Jadi, PDB macam apa yang dialami rakyat kita sekarang ini? Sederhana saja, lihat kemiskinan dan pengangguran yang semakin terbentang di hadapan kita sehari-hari di jalanan hingga di pelosok-pelosok," ujar dia dengan lantang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com