KOMPAS.com
—Sejak dibentuk akhir tahun 2004, Komisi Pemberantasan Korupsi menyadarkan kita agar kita tidak mudah silau. Lewat kasus-kasus korupsi yang diungkap KPK, kita menjadi makin waspada dengan tampilan luar dan tempelannya. Kalau kita masih terkecoh juga, mungkin kita yang kurang belajar dari pengalaman yang tersaji berulang-ulang selama hampir sepuluh tahun.

Kita masih ingat, mereka yang berkampanye antikorupsi untuk Pemilihan Umum 2009 satu per satu tersangkut kasus korupsi. Beberapa dari mereka sudah mendekam di bui. Beberapa rekan separtainya akan menyusul tampaknya. Mereka yang menggunakan dalil-dalil agama saat berpolitik juga mengalami itu. Tidak hanya satu. Kasus terakhir masih disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Dunia pendidikan yang seharusnya menjadi tempat pembentukan karakter ternyata diwarnai dengan praktik-praktik tercela itu. Tempat yang kita andaikan bersih ternyata jadi sarang kotornya korupsi.

Meskipun pengalaman begitu banyak menyadarkan kita, kekagetan tetap muncul saat mendapati hal-hal tak terduga kembali terjadi. Operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK, Selasa (13/8/2013) malam hingga Rabu (14/8/2013) dini hari, adalah contoh terbaru untuk hal ini. Dalam operasi itu, KPK menangkap Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini dengan uang tunai 400.000 dollar AS.

"Saya kaget dan tidak menyangka," kata Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan, kemarin.

Kekagetan Dahlan didasarkan pada pengenalannya atas Rudi yang sederhana. Untuk pulang kampung ke Tasikmalaya, Jawa Barat, Rudi menumpang kereta api kelas ekonomi. Ekspos media soal hal ini juga dilakukan berikut foto Rudi menenteng tiket kereta api kelas ekonomi.

Seperti dikutip Antara, Dahlan berpendapat, Rudi memiliki banyak lawan di dunia migas. Musuh itu antara lain dipicu karena tekadnya memperbaiki beragam permasalahan yang menjerat sektor migas, seperti persoalan keruwetan di dalam perizinan.

Keterkejutan juga dikemukakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik di halaman parkir Istana Negara, kemarin. Berbeda dengan Dahlan yang mendasarkan kekagetan pada sifat sederhana yang ditangkapnya, Jero kaget karena menilai Rudi sebagai orang baik.

"Saya lihat orangnya baik. Guru besar. Makanya, di mata saya baik. Selama ini, kan, kita percaya sama dia," ujarnya.

Jika dua pembantu Presiden Yudhoyono ini terkejut seusai penangkapan Rudi, Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional Drajad H Wibowo terkejut sejak Rudi bersedia masuk Badan Pelaksana (BP) Migas yang kemudian dibubarkan Mahkamah Konstitusi (MK).

Seperti dikutip Kompas.com, keterkejutan Drajad berlanjut saat Rudi menjadi Wakil Menteri ESDM. Menurut Drajad, sebagian besar pandangan Rudi tidak cocok dengan kebijakan pemerintahan.

"Idealnya, orang-orang seperti itu tetap di luar pemerintahan," ujarnya.

Drajad mengaku kerap memberi nasihat kepada teman-temannya yang dekat dengan kekuasaan dan hilang idealismenya.

"Santri alim di pesantren itu biasa. Nah, kalau sudah masuk ke Jakarta dan masih tetap alim, itu baru santri luar biasa."

Di tengah banyak pihak yang terkejut, mantan Ketua MK Mahfud MD mengaku tidak terkejut mendengar Rudi ditangkap KPK. Mahfud mengatakan, saat MK membubarkan BP Migas, Rudi menyerang MK tanpa nalar. BP Migas dibubarkan pada November 2012 karena inkonstitusional dan dituding sebagai sarang korupsi, boros, proasing, dan gagal mencari sumber cadangan minyak baru di Indonesia.

Membaca dengan KPK

Saat Rudi diangkat menjadi Ketua SKK Migas setelah BP Migas bubar, Mahfud sudah khawatir. "Sesuatu akan segera meledak sebab dalam pembacaan saya dengan orang KPK, dia adalah salah satu masalah di dunia migas," ujar Mahfud.