Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Harus Pertanyakan Alasan Presiden Angkat Patrialis

Kompas.com - 11/08/2013, 18:17 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.COM - DPR diminta untuk ikut bertanggung jawab atas pengangkatan mantan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menjadi hakim konstitus pada Mahkamah Konstitusi (MK). Untuk itu, DPR harus memanggil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan mempertanyakan keputusannya itu.

“DPR harus bertindak, kondisinya ini kan ada kita anggap sebagai pelanggaran undang-undang (UU) oleh Presiden. Panggil Presiden pertanyakan soal keputusannya itu,” kata Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bahrain di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) di Jakarta, Minggu (11/8/2013).

Dia mengatakan, DPR dalam sistem kenegaraan juga menduduki posisi pengawas pemerintahan. Pelaksanaan UU, menurutnya harus ada dalam kontrol DPR. Karena itu, tegasnya, jika ada pelanggaran terhadap UU, DPR harus mempertanyakannya kepada pemerintah dan pihak terkait.

“Kalau ada kesalahan dalam pelaksanaan UU, harus ditindaklanjuti dengan serius,” kata Bahrain.

Ia menuturkan, penunjukan Patrialis menjadi hakim MK telah melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 24 Tahun 2003 MK. Menurutnya, proses penunjukan itu tidak dilakukan secara transparan dan tidak melibatkan publik. “Keikutsertaan publik kan harus ada. Kalau itu tidak berjalan, maka ada pelanggaran UU,” kata Bahrain.

Dia mengatakan, langkah DPR mempertanyakan kebijakan presiden itu dapat berujung pada impeachment atau pemakzulan Presiden. “Ya ujung-ujungnya bisa impeachment, kalau tidak bisa diberi jawaban yang berdasar,” tukasnya.

Ia menilai, penunjukan Patrialis sebagai hakim konstitusi it sarat muatan politik. SBY, menurutnya, punya kepentingan untuk menyelamatkan partainya pada Pemilu 2014 nanti. “Asumsi kami ini untuk kepentingan 2014, karena proses pengesahan, pengujian, impeachment, itu bermuara di MK. Kalau tidak dikawal dapat berpengaruh pada penegakan konstitusi,” katanya.
Ia menyampaikan, sejauh ini, MK termasuk lembaga yang masih bersih dibandingkan lembaga negara lain. Namun, katanya, penunjukan Patrialis dengan tidak berdasar prosedur, mencederai kebersihan MK.

“Kalau ada begini (penunjukan Patrialis sebagai hakim konstitusi) sulit untuk percaya lagi MK masih bersih. Pada segi formal saja sudah salah. Tidak perlu kita bahas lagi materilnya,” pungkas Bahrain.

Presiden telah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 87/P Tahun 2013 tertanggal 22 Juli 2013 yang memberhentikan dengan hormat Achmad Sodiki dan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi. Presiden lalu mengangkat kembali Maria. Selain itu, diangkat juga Patrialis untuk menggantikan Achmad. Dalam Pasal 18 UU MK diatur bahwa hakim konstitusi diajukan oleh Mahkamah Agung, DPR, dan Presiden masing-masing tiga orang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Nasional
Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Nasional
Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasional
Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Nasional
PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com