“Kami juga akan melakukan judicial review (uji materi) Pasal 19 UU MK. Pilihannya antara JR atau uji tafsir,” ujar Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bahrain di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) di Jakarta, Minggu (11/8/2013).
Gugatan itu akan didaftarkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK, yang terdiri dari para aktivis YLBHI, ICW, dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Berdasarkan UU MK, pencalonan hakim konstitusi dilaksanakan secara transparan dan partisipatif. Bahrain mengungkapkan, pencalonan hakim konstitusi merupakan wewenang Mahkamah Agung (MA), Presiden dan DPR. Tetapi pada praktiknya, kata dia, ketiga lembaga itu memiliki tafsir yang berbeda soal klausul “transparan dan partisipatif”.
“Tiga-tiganya tafsir masing-masing. Partisipatif itu seharusnya melibatkan publik. Mengumumkan prosesnya sejak awal. Tapi dalam pengangkatan Patrialis tidak ada langkah itu,” kata Bahrain.
Karena itu, kata dia, pihaknya meminta MK memberi tafsir yang jelas atas aturan tersebut.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 87/P Tahun 2013 tertanggal 22 Juli 2013 yang memberhentikan dengan hormat Achmad Sodiki dan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi. Presiden lalu mengangkat kembali Maria. Selain itu, diangkat juga Patrialis untuk menggantikan Achmad. Patrialis sedianya akan dilantik pada Selasa (13/8/2013). Dalam Pasal 18 UU MK diatur bahwa hakim konstitusi diajukan oleh Mahkamah Agung, DPR, dan Presiden masing-masing tiga orang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.