Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tunjuk Patrialis sebagai Hakim MK, Presiden Disomasi

Kompas.com - 06/08/2013, 15:31 WIB
Sandro Gatra,
Ariane Meida

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono disomasi terkait pengangkatan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi. Presiden didesak membatalkan keputusannya itu lantaran prosedur penunjukan Patrialis sebagai hakim konstitusi dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi.

Hal itu merupakan sikap Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK (Koalisi-MK) saat jumpa pers di Kantor YLBHI, Jakarta, Selasa (6/8/2013). Koalisi-MK terdiri dari Indonesia Corruption Wacth, YLBHI, Indonesia Legal Rountable, Pukat FH UGM, ELSAM, dan LBH Padang.

Alvon Kurnia Palma Ketua Badan Pengurus YLBHI mengatakan, berdasarkan penjelasan Pasal 18 UU MK, pemilihan Ketua MK didahului dengan publikasi di media massa, baik cetak maupun elektronik, sehingga masyarakat mempunyai kesempatan untuk ikut memberi masukan atas calon bersangkutan.

Dengan disampaikan secara terbuka, kata dia, publik dapat menyampaikan masukan dan kritik terhadap calon hakim konstitusi yang akan dipilih. "Presiden tidak menjalankan prosedur dengan langsung memilih Patrialis sebagai calon dari pemerintah. Jelas pemilihan tidak dilakukan secara transparan dan akuntabel," kata Alvon.

Sebelumnya, Presiden telah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 87/P Tahun 2013 tertanggal 22 Juli 2013 yang memberhentikan dengan hormat Achmad Sodiki dan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi. Presiden lalu mengangkat kembali Maria. Selain itu, diangkat juga Patrialis untuk menggantikan Achmad.

Dalam Pasal 18 UU MK diatur bahwa hakim konstitusi diajukan oleh Mahkamah Agung, DPR, dan Presiden masing-masing tiga orang.

Aktivis ICW, Febri Diansyah, menambahkan, penunjukan Patrialis merupakan kemunduran sikap keterbukaan Presiden. Ia membandingkan ketika Presiden memilih Maria dan Achmad tahun 2008 yang dinilai transparan, partisipatif, obyektif, dan akuntabel.

Jika Presiden konsisten terhadap proses pemilihan hakim konstitusi, kata Febri, semestinya Presiden sudah memublikasikan calon pada bulan Juni sehingga ada waktu bagi masyarakat untuk memberi saran.

Febri lalu menyinggung sangat pentingnya peran MK, seperti mengoreksi undang-undang, penyelesaian sengketa pemilu membubarkan parpol, hingga memutuskan presiden atau wakil presiden yang termakzul bersalah atau tidak. Dengan demikian, kata dia, proses seleksi hakim konstitusi harus transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.

Dalam keterangan persnya, Koalisi-MK mengaku sudah mengirimkan somasi kepada Presiden melalui faksimile Sekretariat Negara. Mereka memberi waktu Presiden untuk membatalkan pengangkatan Patrialis sebelum 12 Agustus 2013 . Jika tidak, mereka akan melakukan proses hukum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com