Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Para Pencari Keadilan dalam Pusaran Kasus Korupsi

Kompas.com - 06/08/2013, 11:06 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Akhir bulan lalu, publik kembali dikejutkan dengan tertangkapnya seorang pengacara dari kantor pengacara terkenal. Adalah Mario C Bernardo, pengacara dari kantor hukum Hotma Sitompul & Associates yang tertangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi karena diduga menyuap pegawai Mahkamah Agung (MA) Djodi Supratman.

Kedua orang tersebut telah ditetapkan KPK sebagai tersangka. Mario dijerat pasal penyuapan terhadap penyelenggaraan negara, sedangkan Djodi dijerat dengan pasal penerimaan suap. Keduanya diduga melakukan praktik suap menyuap dengan barang bukti uang sebesar Rp77 juta dan Rp 50 juta.

Penangkapan Mario ini menambah panjang daftar pengacara yang terlibat kasus korupsi sekaligus menggenapkan anggapan publik terhadap profesi advokat selama ini.

Berdasarkan rilis Indonesia Corruption Watch (ICW), sebelumnya sudah ada enam nama advokat lain yang terjerat kasus korupsi. Mereka adalah Haposan Hutagalung, Lambertus Palang Ama, Tengku Syarifuddin Popon, Harini Wijoso, dan Adner Sirait.

ICW juga memasukkan nama Ramlan Comel, advokat yang kini menjadi hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Ramlan divonis dua tahun penjara di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Riau, pada 2005 dalam kasus dugaan korupsi dana overhead di perusahaan PT Bumi Siak Pusako sekitar Rp 1,8 miliar. Namun Ramlan kemudian dibebaskan di Pengadilan Tinggi Riau pada 2005 dan Mahkamah Agung pada 2006.

Deretan daftar panjang advokat yang terlibat kasus korupsi ini sangat disayangkan. Sekretaris Dewan Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia (DK Peradi) Sugeng Teguh Santosa menilai, selama ini pengacara terjebak pada sistem peradilan yang memang korup.

"Padahal kode etik advokat mengatakan, seorang advokat dalam menangani perkara tidak semata-mata yang menjadi tujuannya adalah bayaran, tetapi juga menegakkan hukum dan keadilan," kata Sugeng saat dihubungi Kompas.com, Senin (5/8/2013).

Lantas, apa yang membuat para advokat terjerumus ke pusaran korupsi?

DANY PERMANA Massa dari Forum Mahasiswa dan Pemuda Anti-Korupsi berunjuk rasa di depan Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis (4/4/2013). Mereka menuntut agar KPK menyelidiki praktik mafia hukum yang terjadi pada praktisi hukum seperti Advokat, Hakim, dan Jaksa. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA

Motif ingin menang

Menurut Sugeng, salah satu faktor yang menjerumuskan para advokat ke lingkaran hitam adalah keinginan mereka untuk memenangkan suatu kasus. Para advokat, menurutnya, terjebak pada pemikiran antara menang dan kalahnya dalam menangani suatu perkara. Padahal, kata Sugeng, tugas pengacara bukan semata-mata memenangkan kliennya melainkan juga menegakkan keadilan.

"Ini adalah fenomena penegakan hukum yang arahnya kepada menang dan kalah, memperjuangkan menang dan kalah," katanya.

Penilaian senada disampaikan advokat Taufik Basari. Dia menilai, para advokat cenderung belum mampu membangun dirinya menjadi penyandang profesi yang bermartabat dan mulia.

Terjadi konflik antar organisasi advokat sehingga pengawasan tidak berjalan dengan baik. Pun individu advokat yang masih berpikir persoalan menang dan kalah sehingga cenderung menghalalkan segala cara untuk memenangkan kliennya.

"Bukan memikirkan persoalan menegakkan keadilan, sehingga apapun caranya, harus menang. Padahal semestinya mampu membuat kesadaran bahwa dengan profesi yang mulia ini, yang dicari adalah penegakkan kebenaran sehingga tidak  menghalalkan segala cara, manipulasi fakta, atau melakukan hal di luar prosedur," tutur Taufik.

Tak higienis

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

Nasional
Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com