Ada sebuah subjudul ”Penyakit Menular Itu Namanya Korupsi”. Dalam artikel ini, antara lain, Heru mengatakan, ternyata di luar kehidupan dunia kedokteran, ada juga penyakit menular yang tidak kalah bahayanya, namanya korupsi.
”Bahkan, Pak Hendarman Supandji, Jaksa Agung, pernah bilang bahwa tidak mungkin perbuatan korupsi dilakukan hanya oleh satu orang. Saya bisa bayangkan, penyakit korupsi tersebut sebelum berjangkit ternyata sudah menular. Koruptor sebelum menyerang atau melakukan perbuatannya pasti sudah menularkan rencananya kepada orang lain, yang akan menjadi koruptor pula,” kata Heru mengutip Jaksa Agung tahun 2008 itu.
Namun, kata Heru, dalam bukunya, penyakit korupsi ini jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan penyakit menular lain. Penyakit ini dalam sekali serang dapat menyedot darah uang rakyat yang mengakibatkan kematian kesejahteraan jutaan rakyat. ”Saya jadi paham dan maklum kalau pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadikan program pemberantasan penyakit korupsi ini sebagai prioritas. Sampai-sampai harus mendirikan berbagai puskesmas korupsi, seperti KPK dan Timtas Tipikor. Dan hal ini belum pernah dilakukan pemerintah sebelumnya,” tulisannya.
Berhasilkah Presiden? Begitu tanya Heru dalam buku itu. ”Hampir pasti tidak, bila komponen yang lain tidak mendukung atau bahkan yang lain sudah terserang penyakit ini. Menurut Presiden, harus ada tiga usaha dalam menahan penyakit korupsi ini untuk tidak menjadi endemi....”
Heru menyampaikan tiga cara Presiden SBY mengatasi penyakit menular itu. Untuk membaca cara itu bisa dicari dalam bukunya. Tentang buku ini, Presiden SBY mengatakan, dengan gayanya yang khas, Heru bicara apa adanya.
Ketika sejenak membaca subjudul buku ini, teringat kita pada kampanye Partai Demokrat tahun 2009. Sejumlah tokoh partai ini dengan sorot mata garang mengatakan ”Tidak!” pada korupsi. Beberapa yang mengatakan ”Tidak!” itu ketika dijatuhi hukuman karena korupsi tersenyum di bibir dan matanya.
Kodok pun ikut tersenyum. (J Osdar)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.