Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM: Penembakan Terduga Teroris Tulungagung Langgar HAM

Kompas.com - 04/08/2013, 16:51 WIB
Heru Margianto

Penulis


TULUNGAGUNG, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan dugaan adanya pelanggaran HAM oleh tim Detasemen Khusus (Densus) 88/Antiteror dalam kasus penembakan dua terduga teroris jaringan Poso di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Senin (22/7).

Komisioner Komnas HAM, Siane Indriani, setelah melakukan investigasi di Kabupaten Tulungagung dan Lamongan, Minggu, menyatakan pihaknya menemukan fakta bahwa Densus 88/Antiteror melakukan penembakan terhadap dua terduga teroris saat itu dalam kondisi tidak berdaya.

"Kami sangat menyesalkan tindakan ’extra judicial killing’ oleh aparat kepolisian, karena ini sudah berulang kali dengan korban yang sudah tidak berdaya," katanya seperti dikutip dari Kantor Berita Antara, Minggu (4/8/2013).

Ia menyebut penembakan yang dilakukan tim Densus sebagai keputusan yang berlebihan dan melanggar HAM, karena dari sisi penanggulangan terorisme justru merugikan pengungkapan kasus yang sebenarnya.

Selain itu, lanjut dia, tindakan kejam tersebut berpotensi menimbulkan dendam karena mengalami stigmatisasi serta trauma yang mendalam bagi sanak keluarga korban. "Padahal mereka belum tentu bersalah," ujarnya.

Menurut dia, Komnas HAM telah berkali-kali mengingatkan kepada aparat kepolisian agar berhati-hati dalam melakukan penanganan kasus terorisme.

"Meski kita semua tidak bisa membenarkan tindakan terorisme, tetapi tindakan pemberantasannya harus mengutamakan dan mengedepankan tindakan preventif serta menghormati proses hukum dan jangan asal tembak mati," tandasnya.

Tidak berdaya

Siane Indriyani yang saat ini masih berada di Lamongan mengaku telah seharian melakukan investigasi kasus penembakan dua terduga teroris di Kabupaten Tulungagung.

Ia bersama tim investigasi melakukan penyelidikan dengan teknik wawancara ke Desa Gambiran dan Penjor, Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung, dengan didampingi sejumlah Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Tulungagung.
     
Hasilnya, Komnas HAM menemukan adanya kejanggalan terhadap proses penembakan mati terhadap dua terduga teroris M Hidayah atau Dayah alias Kim dan Rizal atau Eko di Jalan Pahlawan, Kota Tulungagung pada 22 Juli 2013 oleh sepuluhan personel Densus 88 Antiteror.
     
Komnas HAM menemukan fakta bahwa dua terduga teroris tersebut ditembak dalam kondisi tidak berdaya dan tidak ada perlawanan.
     
"Saat kejadian, Rizal dan Dayah baru turun dari motor boncengan sepeda motor Sapari dan Mugi Hartanto di sebuah halte di jalan Pahlawan, Kota Tulungagung," katanya.
     
Mereka membawa dua kardus mi instan berisi pakaian dan buku-buku milik Rizal. Namun baru beberapa saat berdiri di pinggir trotoar halte bus, tiba-tiba mereka diserang oleh sekitar sepuluh personel Densus 88 berpakaian preman yang muncul dari dua mobil. Para anggota Densus langsung menghamburkan tembakan ke arah Rizal dan Dayah.
     
"Rizal yang telah terkena tembakan di dadanya sempat mencoba lari, tetapi langsung ditembak lagi hingga tewas di tempat. Sementara Dayah ditembak di kepala di teras rumah yang ada di belakang halte. Proses penyergapan hingga penembakan berlangsung hanya sekitar 7 menit," ungkap Siane.
     
Setelah dipastikan tewas, kedua korban kemudian diangkut ke dalam mobil, sementara dua lainnya (Sapari dan Mugi Hartanto yang belakangan dilepas lagi karena tidak terbukti terlibat terorisme) diikat tangan kakinya, juga ikut dinaikkan ke mobil terpisah.
     
Selama di mobil, lanjut Siane, kaki Sapari sempat merasakan ada tubuh salah satu korban tewas ditidurkan di bawah jok.
     
Penyamaran intel

Selama tiga bulan sebelum peristiwa penembakan terduga teroris warga Desa Penjor dan Gambiran mengaku merasakan ada kejanggalan seiring kemunculan sejumlah pria yang menyamar sebagai gelandangan, orang gila, maupun pengusaha pendirian menara telekomunikasi. Belakangan, warga mencurigai mereka adalah anggota intelijen kepolisian atau Densus 88 yang menyamar.
     
"Menurut logika, jika memang sudah dintai lama, mestinya ada banyak kesempatan Densus bisa menangkap keduanya hidup-hidup dan tidak perlu menembak mati. Apalagi desa itu ’kan tempatnya terpencil, lokasinya berbukit-bukit. Bisa saja ditangkap selama mereka di desa itu," kritiknya.
     
Siane juga menyoroti penangkapan dua pengurus Muhammadiyah Tulungagung, Mugi Hartanto (Ketua PDM Muhammadiyah) dan Sapari (pimpinan ranting Muhammadiyah). Menurut dia, Densus seharusnya sudah bisa mengidentifikasi peran Sapari dan Mugi sehingga tidak terjadi salah tangkap, apalagi ditahan selama tujuh hari.

"Seharusnya jika dianggap tidak besalah tidak perlu menunggu tujuh hari untuk dilepas. Apalagi itupun karena desakan para pimpinan Muhammadiyah yang menyesalkan Densus 88 salah tangkap, karena mereka tidak bersalah," ujarnya.
     
Dengan peralatan canggih yg dimiliki Polri, seperti CCISO (Cyber Crime Investigation Satelit Operation), Polri seharusnya bisa menyadap dan mendeteksi dimanapun mereka berada.
   
Menurut data Komnas HAM, sejauh ini sudah sekitar 110 korban yang ditembak mati Densus 88/Antiteror tanpa proses pengadilan. Komnas HAM mendesak jangan lagi ada penembakan mati, karena berbagai dalih yang selalu disampaikan ke publik seolah-olah membahayakan petugas seringkali tidak benar.
    
Sebaliknya, Komnas HAM banyak menemukan fakta bahwa sebagian besar korban ditembak dalam kondisi tidak berdaya seperti halnya Dayah dan Rizal.
     
Sementara itu, BNPT mencatat jumlah teroris yang ditangkap dalam keadaan hidup masih lebih banyak daripada yang ditembak mati, sedangkan teroris yang ditembak mati umumnya akibat kondisi terpaksa, sebab Polri sebenarnya berkepentingan menangkapnya hidup-hidup.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Nasional
Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangi Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangi Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com