Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Calon Kapolri Berekening ”Gendut”

Kompas.com - 30/07/2013, 16:32 WIB

Oleh: Hasrul Halili

Perhatian publik kembali menyoroti institusi kepolisian. Kali ini terkait momentum pergantian posisi Kepala Polri, yang saat ini dijabat Timur Pradopo dan sebentar lagi akan berakhir masa jabatannya. Maka, calon pengganti mulai ditimbang-timbang.

Berdasarkan undang-undang, kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan kepala Polri berada di tangan Presiden dengan persetujuan DPR. Adapun yang dicalonkan adalah para perwira tinggi Polri yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier.

Momentum pergantian ini kemudian melahirkan ”bursa panas” para calon pengganti. Beberapa nama disebut sebagai kandidat potensial. Namun, pemicu panasnya bursa persaingan ternyata tidak hanya terkait soal siapa yang memenuhi kualifikasi, melainkan karena di antara riuh rendah pencalonan itu muncul kembali persoalan lama mengenai rekening ”gendut”.

Kasus rekening gendut

Dari sembilan jenderal yang belakangan positif ikut meramaikan bursa pencalonan, dua di antaranya Komisaris Jenderal Budi Gunawan dan Inspektur Jenderal Badrodin Haiti, yang notabene pernah tersandung masalah rekening gendut.

Sebagaimana diketahui, isu rekening gendut pernah mencuat ke publik pada tahun 2010. Saat itu Indonesia Corruption Watch (ICW), meminta Polri untuk menjelaskan keberadaan 17 rekening yang diduga kuat merupakan milik sejumlah petinggi kepolisian. Disebut rekening gendut karena uang yang disimpan jumlahnya fantastis.

Sengkarut rekening ”jumbo” kemudian berujung pada sengketa informasi antara ICW dan Polri. Sengketa itu dipungkasi dengan putusan Komisi Informasi Publik (KIP) yang mengabulkan permohonan ICW. Dengan demikian, Polri wajib membeberkan kepada publik mengenai keberadaan dan para pemilik dari rekening jumbo tersebut.

Namun, apa lacur, tindak lanjut atas putusan KIP tersebut hingga saat ini tidak jelas juntrungannya. Tidak cuma putusan KIP yang tidak digubris, ”janji- janji angin surga” Polri mengenai pengusutan rekening gendut itu juga menghilang.
Perlu perhatian

Kenapa rekening jumbo perlu menjadi perhatian serius pada momen pergantian kepala Polri? Setidaknya ada beberapa alasan yang perlu dibahas di bawah ini.

Pertama, beberapa preseden pembongkaran praktik koruptif yang dilakukan sejumlah pejabat publik—tak terkecuali pejabat Polri—pintu masuknya antara lain dengan penelisikan terhadap rekening, terutama jika ada indikasi nominal besar dan transaksi yang mencurigakan.

Sebagai ilustrasi, publik tentu masih ingat pemberitaan di media massa beberapa tahun lalu ketika Mabes Polri menelusuri laporan PPATK mengenai rekening seorang kapolda di Kalimantan Timur, yang berisikan uang Rp 2.088.000.000 dengan sumber dana tidak tak jelas.

Rekening tersebut kemudian ditutup dan dipindahkan oleh pemiliknya ke rekening lain. Namun, ternyata untuk selanjutnya dana ditarik dan disetorkan kembali ke deposito sang kapolda.

Kedua, rekening gendut, pada sisi yang lain juga bisa menjadi alat untuk menakar besaran (magnitude) dari suatu tindakan korupsi. Maka, dari suatu hasil pelacakan, bisa disimpulkan apakah secara kuantitatif korupsi yang dilakukan oleh seorang pejabat publik itu termasuk berskala kecil, sedang, atau besar.

Penyitaan aset senilai Rp 100 miliar atas dugaan korupsi simulator (Djoko Susilo), misalnya, mengindikasikan bahwa harta koruptor, selain disembunyikan dalam bentuk pembelian aset, sebagian tetap disimpan dalam bentuk uang di rekening. Inilah yang kemudian menciptakan rekening gendut.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com