Pemerhati satwa, Aulia Ferizal, mengatakan, sejak kasus pembantaian terhadap seekor gajah sumatera bernama Papa Genk di Desa Ranto Sabon, Kecamatan Sampoinet, Aceh Jaya, Sabtu (13/7/2013) lalu, ia sering diteror oleh sekelompok orang di Banda Aceh. Pasalnya, ia menggagas petisi usut tuntas kasus pembantaian Papa Genk di linimasa Change.org.
"Saya merasa tidak aman. Saya dicari karena menyebar petisi itu sehingga saya tidak bisa pulang ke Aceh untuk saat ini," kata Aulia saat ditemui usai menemui Wakapolri Komjen Nanan Sukarna untuk melaporkan kasusnya di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (26/7/2013).
Tidak hanya itu, Aulia mengatakan, tindakan intimidasi rupanya juga dirasakan oleh para pawang gajah (mahot) di Conservation Rensponce Unit (CRU), Aceh. Akibatnya, para pawang gajah dan gajah-gajah di lokasi tersebut harus dievakuasi ke PLG Sare, Aceh Besar.
Sementara itu, anggota kelompok Peduli Raju, Nurjanah Husien, mengatakan, setelah kasus pembantaian terhadap Papa Genk, kasus pembunuhan terhadap gajah kembali terjadi. Kali ini, seekor gajah mati diracun di daerah Bayeum Bireum, Aceh Timur.
"Kemarin baru saja mati satu ekor lagi gajah karena diracun. Dengan begitu, sudah empat ekor gajah yang mati dalam kurun waktu dua bulan," ujarnya.
Dalam kasus pembantaian Papa Genk, Nurjanah mengungkapkan, Genk mati dengan cara mengenaskan. Gajah tersebut dijebak dengan menggunakan ranjau tombak besi yang menyebabkan kepalanya hancur hingga terlihat tengkoraknya. Bahkan, belalai gajah itu lepas dari kepalanya.
Nurjanah menambahkan, pasca-pembantaian terhadap Genk, polisi sempat menangkap empat orang yang diduga menjadi pelaku pembantaian. Kendati demikian, keempat warga itu lantas dilepas kembali karena polisi pun mendapat tekanan dari warga.
Pada kesempatan yang sama, Aktivis Peduli Kebun Binatang, Dian Paramitha, mengusulkan perlunya dibentuk Komisi Nasional Perlindungan Binatang Indonesia. Komisi itu nantinya bertugas untuk mengusut kasus pembunuhan terhadap hewan, terutama atas hewan yang nyaris punah.
"Lembaga ini tugasnya untuk menyupervisi kegiatan, membantu pemerintah merancang kebijakan dan perlindungan satwa," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.