Ia juga menilai, revisi UU tersebut juga tidak memiliki urgensi yang jelas dan berpotensi untuk uji materi ke Mahkamah Kostitusi (MK). Perlu waktu yang lebih lama dalam penyelesaiannya, sementara waktu pemilihan presiden dan wakil presiden semakin dekat.
"Kita mending tetap saja (tidak direvisi), itu lebih baik. Mulai belajar aturan itu harus tetap. Bayangkan kalau soal aturan diubah terus," katanya, Senin (8/7/2013) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Sebelumnya, dalam rapat pleno, empat fraksi berpendapat UU Pilpres perlu direvisi. Fraksi tersebut adalah PDI Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Gerindra, dan Partai Hanura.
Anggota Baleg dari Fraksi PDI-P, Honing Sanny, mengatakan, pihaknya menilai revisi UU Pilpres perlu dilakukan. Salah satu hal yang perlu diatur dalam UU Pilpres, kata dia, adalah pengaturan mekanisme koalisi. Fraksi Partai Gerindra dan Hanura menginginkan agar ambang batas pengusungan capres-cawapres diturunkan.
Hanura meminta parpol yang lolos ambang batas parlemen 3,5 persen dapat mengusung pasangan capres-cawapres. Fraksi Gerindra dan Hanura beralasan dengan ambang batas rendah. Banyak parpol yang bisa mengusung pasangan capres-cawapres sehingga rakyat diberikan banyak pilihan.
Adapun Fraksi PPP memilih sikap abstain. Dengan demikian, jumlah fraksi yang mendukung dengan menolak revisi UU Pilpres seimbang. Oleh karena itu, hal tersebut akan dibahas kembali, dan forum lobi dilakukan sebelum dibawa ke rapat paripurna untuk diputuskan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.