Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Helena Diduga Terkait Kasus Pencucian Uang Narkoba

Kompas.com - 06/07/2013, 10:32 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Inspektur Jenderal Benny Mamoto menjelaskan, kasus Helena diduga terkait pencucian uang narkoba dan masih dalam penyidikan. Rekening perusahaan Helena diblokir atas permintaan BNN karena diduga ada aliran uang haram tersebut.

"Ini kasus money laundering narkoba. Ketika kita dapat informasi, atau laporan PPATK, kita tindak lanjuti penyelidikan. Untuk transparansi hasil penyelidikan kita gelar, setelah diskusi maka keputusannya lanjut," terang Benny.

Benny mengatakan, gelar perkara saat itu dihadiri instansi terkait, di antaranya, BII, PPATK, Ditjen Pajak, dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

Sebelumnya Helena melaporkan Benny Mamoto dan kawan-kawan ke Badan Reserse Kriminal Polri atas dugaan penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan. Nama Helena sebagai pelapor tertera dalam surat laporan LP/568/VI/Bareskrim tertanggal 28 Juni 2013.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, Helena merupakan pengusaha PT SMC yang mengurusi pertukaran nilai mata uang atau money changer. Pada bulan Februari 2012, saat PT SMC akan melakukan transaksi di bank, diketahui rekeningnya telah diblokir dengan alasan adanya transaksi mencurigakan. Pemberitahuan itu disampaikan pihak bank, di antaranya Bank Mega dan Bank BII.

Pemblokiran kemudian diketahui dilakukan oleh BNN sesuai surat yang diterima oleh PPATK. Rekening PT SMC diduga bertransaksi dengan pemilik rekening BCA bernama WW, yang dicurigai terlibat transaksi untuk narkoba. Helena mengaku sangat dirugikan karena harus menanggung biaya operasional BNN hingga membayar ratusan juta rupiah untuk membuka rekening tersebut.

Menurut Benny, dalam penyidikan BNN mengenai kasus itu, datang makelar kasus yang meminta pemblokiran dibuka. "Sementara itu, ada makelar kasus yang datang memaksa untuk kasus itu dihentikan dan meminta rekening yang diblokir dibuka. Kalau tidak mau dibuka, dia mengancam mau laporkan," terang Benny.

Benny menegaskan, BNN menolak keras tawaran makelar kasus itu. Dia juga membantah melakukan pemerasan terhadap Helena. Menurut Benny, Helena justru telah banyak mengeluarkan uang untuk makelar kasus itu.

"Kalau kita bertindak secara profesional, transparan, kemudian tidak menuruti keinginan pihak yang kita periksa, apa itu pemerasan? Lain kalau kita sembunyi-sembunyi enggak ngundang instansi lain. Ditutup-tutupi, terus (kasus) dihentikan, rekeningnya dibuka, dibagi-bagi (uang), baru itu penjahat namanya," paparnya.

Menurut Benny, penyidikan kasus pencucian uang cukup memakan waktu karena BNN masih mengumpulkan rekening dari para sindikat narkoba. Rekening mereka diduga saling terhubung. "Ini makan waktu, kami harus teliti," katanya.

Benny mengatakan, laporan Helena adalah perbuatan sindikat narkoba yang tidak suka dengan operasi BNN dan melibatkan oknum anggota Polri. Benny juga belum dapat memastikan apakah laporan Helena terkait kedatangan Kompol AD dari Bareskrim Polri yang mengambil dua dokumen dari ruang staf Benny.

Benny mengatakan, Kompol AD menyelinap masuk dan tidak dalam rangka melakukan penyitaan barang bukti. Perbuatan Kompol AD yang terekam CCTV, menurut Benny, hanya akan merusak citra polisi. "Ini sangat memalukan dan merusak citra Polri," kata jenderal bintang dua itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, Sudirman Said: Tim yang Kalah Harus Hormati Putusan MK

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, Sudirman Said: Tim yang Kalah Harus Hormati Putusan MK

Nasional
Cuti, AHY Akan Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Cuti, AHY Akan Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Nasional
Persiapkan Leaders’ Retreat, Menlu Singapura Temui Menko Airlangga Bahas Kerja Sama dan Isu Strategis

Persiapkan Leaders’ Retreat, Menlu Singapura Temui Menko Airlangga Bahas Kerja Sama dan Isu Strategis

Nasional
Pesan Terakhir Pria yang Ditemukan Tewas di Kontrakan Depok, Minta Jasadnya Dikremasi

Pesan Terakhir Pria yang Ditemukan Tewas di Kontrakan Depok, Minta Jasadnya Dikremasi

Nasional
Profil Mooryati Soedibyo: Mantan Wakil Ketua MPR dan Pendiri Mustika Ratu yang Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Profil Mooryati Soedibyo: Mantan Wakil Ketua MPR dan Pendiri Mustika Ratu yang Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Nasional
Pendiri Mustika Ratu, Mooryati Soedibyo, Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Pendiri Mustika Ratu, Mooryati Soedibyo, Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Nasional
Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Nasional
Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Nasional
MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

Nasional
Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Nasional
Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com