Tyasno menuturkan, salah satu PR tersebut adalah terkait kerusuhan warga Syiah di Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur. Sekitar sembilan bulan kerusuhan itu meletus, belum tampak keseriusan pemerintah dalam mencari solusinya.
"Masih banyak PR, Presiden harus lebih konsen terhadap kejadian intoleransi," kata Tyasno.
Meski begitu, Tyasno mengaku tak mempermasalahkan penghargaan World Statesman Award dari organisasi Appeal of Conscience Foundation (ACF) yang diterima Presiden beberapa waktu lalu. Menurutnya, penghargaan itu merupakan bentuk kebanggaan bangsa dan harus dijadikan cambuk bagi Presiden menyelesaikan semua kasus intoleransi.
"Pemberian (penghargaan) itu kan hak si pemberi, kemudian kalo Presiden dapat penghargaan kan kita ikut senang. Tapi masalahnya kita masih punya PR yang harus diselesaikan," ujarnya.
Untuk diketahui, sudah sembilan bulan kasus kerusuhan warga Syiah di Sampang meletus, tetapi pemerintah belum serius menangani keberadaan para pengungsi. Akibatnya, saat ini para pengungsi masih bertahan di lokasi pengungsian karena tidak diperbolehkan pulang.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Surabaya, Andy Irfan Junaidi, mendesak pemerintah segera mencari solusi terbaik untuk menangani kasus ini. Pasalnya, walaupun para pengungsi mendapat bantuan dari pemerintah, tetapi kondisinya jauh dari layak.
Tak ayal, para pengungsi meminta agar mereka dapat kembali ke kampung halamannya di Desa Karang Gayam dan Desa Bluuran.
Tidak hanya itu, Andy mengatakan, para pengungsi hanya dibiarkan menganggur. Bahkan anak-anak pun tidak dapat bersekolah. Meski ada tempat khusus untuk belajar, tidak ada guru yang datang ke sana untuk memberikan pengajaran.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.