Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: RUU KUHAP Ancam Pemberantasan Korupsi

Kompas.com - 12/06/2013, 21:16 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto menilai, revisi Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang meniadakan proses penyelidikan mengancam KPK sekaligus upaya pemberantasan korupsi. Hal ini juga mengancam kehendak kuat rakyat agar Indonesia bebas dari korupsi.

"Berbagai usulan yang meniadakan kewenangan KPK untuk menjalankan mandat dalam upaya pemberantasan korupsi adalah upaya sistematis untuk melemahkan KPK dan sekaligus menggagalkan pemberantasan korupsi," kata Bambang melalui pesan singkat, Rabu (12/6/2013).

Juru Bicara KPK Johan Budi mengungkapkan, kerja KPK tetap mengacu pada KUHAP dan KUHP meskipun UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK bersifat lex spesialis atau bersifat khusus. "Sepanjang ada hal-hal yang tidak diatur pada UU KPK, mengacu pada KUHP dan KUHAP, bisa saja menganggu," ujar Johan di Jakarta, Rabu (12/6/2013).

Johan sendiri mengaku belum membaca keseluruhan draf revisi KUHAP tersebut. Lebih jauh dia mengatakan, UU KPK bersifat lex spesialis sehingga dalam melaksanakan kewenangannya, KPK lebih mengacu UU tersebut dibandingkan KUHAP atau KUHP. Kendati demikian, ada hal-hal yang tidak diatur dalam UU KPK yang mungkin diatur dalam KUHAP dan KUHP sehingga KPK tetap saja mengacu pada dua undang-undang tersebut.

"UU KPK lex specialis jadi KPK mengacu pada UU tersebut. Dalam UU KPK, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Masalah kalau ada definisi penyelidikan itu nanti dilihat bagaimana kewenangan KPK melakukan penyelidikan," ujar Johan.

Saat ditanya apakah KPK dilibatkan dalam penyusunan RUU KUHAP tersebut, Johan mengaku tidak tahu. Namun, menurutnya, pembuatan draf RUU KUHAP telah melibatkan mantan pimpinan KPK seperti Chandra M Hamzah.

Draf RUU KUHAP kini dibahas di DPR setelah diserahkan pemerintah beberapa waktu lalu. Di draf RUU itu, penyelidikan digabung dengan penyidikan, tidak seperti ketentuan saat ini yang memisahkan kedua proses itu. Definisi penyidikan di draf RUU itu seharusnya digabung dengan penyelidikan. Namun, dalam Bab I Pasal 1 Ayat (1) draf RUU KUHAP disebutkan, penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti untuk membuat terang tindak pidana yang terjadi dan menentukan tersangkanya.

Mantan Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah, saat rapat di DPR, mempertanyakan apakah draf RUU KUHAP itu memungkinkan penegak hukum mencari indikasi tindak pidana. Pertanyaan itu muncul, lanjut Chandra, karena selama ini penyelidikan didefinisikan sebagai serangkaian tindakan penyelidik untuk menemukan tindak pidana.

Pada proses ini, penyelidik melakukan hal-hal seperti penyadapan, pemblokiran, dan meminta keterangan. Jika ditemukan dua alat bukti, penyelidik melaporkan untuk dinaikkan ke penyidikan. "Jika sekarang langsung ke penyidikan, di mana proses untuk mengumpulkan dua alat bukti itu?" kata Chandra.

"Jadi, secara teknis, penindakan (kasus korupsi) di KPK sudah berakhir jika penyelidikan dihapus. Pasalnya, tidak ada lagi proses untuk menemukan adanya tindak pidana, seperti yang sekarang terjadi di penyelidikan. Dengan tiadanya penyelidikan, fungsi para penyelidik di KPK juga berakhir," lanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com