JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq mengaku, partainya tak akan mempermasalahkan rencana pencopotan menteri-menteri PKS. Menteri dari PKS diperkirakan akan lengser dari jabatannya setelah ada informasi tentang rencana pendepakan partai itu dari koalisi.
"Kami tidak masalah. Jangankan menteri dicopot, nyawa dicopot juga enggak apa-apa karena semua yang atur yang di atas," ujar Mahfudz di Kompleks Parlemen, Rabu (12/6/2013).
Mahfudz menuturkan, pihaknya sudah mendapat informasi sejak pekan lalu bahwa ada pemberitahuan dari Istana tentang ditekennya surat pengeluaran PKS dari koalisi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Informasi itu didapat oleh seorang menteri dari PKS.
"Katanya akan dikirimkan suratnya pada Sabtu (8/6/2013) lalu, makanya Majelis Syuro mau rapat hari ini untuk menyikapinya. Tapi ternyata sampai sekarang surat resminya belum ada, jadi batal rapatnya," ucap Mahfudz.
Rapat yang digelar di Lembang, Jawa Barat, pada hari ini, katanya, tidak membahas soal nasib PKS di koalisi. Rapat itu merupakan rapat rutin DPP sekaligus persiapan pelantikan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan yang berasal dari PKS.
Didepaknya PKS dari koalisi merupakan dampak dari sikap partai itu yang menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Sikap PKS ini berbeda dengan pandangan partai-partai koalisi lainnya. Dalam dua kali rapat Sekretariat Gabungan terakhir, PKS tidak hadir. Pada rapat terakhir bahkan PKS sengaja tidak diundang oleh koalisi. Ketua Harian DPP Partai Demokrat Syarifuddin Hasan menyatakan, semua partai koalisi kecewa dengan sikap PKS. Syarief menyatakan bahwa di dalam code of conduct atau kontrak koalisi sudah jelas disebutkan sanksi bagi partai koalisi yang menentang kebijakan pemerintah.
Apa sanksi PKS?
Di dalam kontrak koalisi yang disepakati pada tanggal 15 Oktober 2009 disebutkan bahwa semua partai koalisi harus mendukung kebijakan pemerintah. Namun, jika ada anggota koalisi yang tidak sepakat, maka hal tersebut diatur dalam butir kelima yang berisi sebagai berikut:
"Bilamana terjadi ketidaksepakatan terhadap posisi bersama koalisi, terlebih menyangkut isu yang vital dan strategis, seperti yang tercantum dalam butir 2 tersebut di atas yang justru dituntut kebersamaan dalam koalisi, semaksimal mungkin tetap dilakukan komunikasi politik untuk menemukan solusi yang terbaik. Apabila pada akhirnya tidak ditemukan solusi yang disepakati bersama, maka parpol peserta koalisi yang bersangkutan dapat mengundurkan diri dari koalisi. Manakala parpol yang bersangkutan tidak mengundurkan diri, pada hakikatnya kebersamaannya dalam koalisi parpol telah berakhir. Selanjutnya Presiden mengambil keputusan dan tindakan menyangkut keberadaan parpol dalam koalisi dan perwakilan partai yang berada dalam kabinet."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.